ALLÂH

Pengertian Allâh 

Definisi Kata Allâh 

Allâh dalam bahasa arab ditulis dengan (الله). Berasal dari kata “ilah” (إله) maknanya adalah “yang diibadahi” dalam bahasa arabnya (مألوه).

“Allâh” merupakan nama yang paling terkenal dan asal dari nama-nama yang lainnya. Dan sebagian mengatakan bahwa Allâh merupakan nama yang paling agung.

Sehingga yang benar, kita mengatakan diantara nama Allâh yang lainnya adalah Ar-Rauf, Al-Kariim dan seterusnya. Namun kita tidak bisa membaliknya menjadi “diantara nama Ar-Rauf, Al-Kariim adalah Allâh”, tidak bisa seperti ini. [1]

Asmaul Husna

Allâh memiliki asmaul husna namun tidak sama dengan makhluk. Allâh memiliki nama-nama yang baik, dan kita diperintahkan untuk menggunakannya saat berdo’a

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“dan Allâh memiliki nama-nama indah, berdo’alah dengannya ! Dan tinggalkanlah orang-orang yang mengingkari nama-Nya, mereka akan dibalas dengan apa yang telah mereka perbuat”[2]

Rasulullâh shallallâhu ‘alahi wasallâm bersabda :

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allâh memiliki sembilan puluh sembilah (99) nama, seratus (100) kurang satu, siapa yang ah-shaaha, pasti akan masuk surga”[3]

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahîmahullâh. Menjelaskan makna ‘Ah-shaaha’ : “maksudnya adalah dengan merenungi (mentadaburi) artinya, serta menghafalkan lafaldznya, karena  padanya ada kebaikan besar, dan ilmu bermanfaat.

Semua hal tersebut membuat hati menjadi baik, rasa takut kepada Allâh meningkat, dan menjadikan kita bisa lebih menunaikan hak-Nya”[4]

Ketika kita mengetahui tentang nama-nama Allâh dan sifat-sifat-Nya maka kita harus tahu, bahwa sifat Allâh itu berbeda dengan makhluk, jika kata telinga saja bisa berbeda bentuk dan kekuatan fungsinya pada makhluk Allâh, apalagi antara makhluk dengan penciptanya, tentu sifat-sifat-Nya berbeda dengan seluruh makhluk-Nya, sehingga Allâh-pun berfirman :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allâh), dan Dialah (Allâh) yang Maha Mendengar dan Melihat”[5]

 

Allah Itu Esa

Allâh itu Esa, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Allâh subhânahu wa ta’âla berfirman :

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Katakan : Allâh itu Esa”,

“Maksudnya tidak ada duanya, tidak ada yang semisal, tidak memiliki wakil, serta tandingan” [6]

Dalam membuka Tafsir Jalalain, penulis membuka tafsir untuk surat Al-Ikhlas ini, dengan mengatakan : “Ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, ditanya tentang Allâh, maka surat ini pun diturunkan” [7]

اللَّهُ الصَّمَدُ

“Allâh tempat bergantung”

Ibnu Abbas radhiallâhu ‘anhuma berkata : “Allâh dituju oleh seluruh makhluk dalam setiap hajat dan permasalahan mereka” [8]

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Tidak beranak, tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya”

Ibnu Katsir rahîmahullâh ta’ala, seorang ulama ahli tafsir berkata, ketika menafsirkan ayat ini :

“Maksudnya, Allâh tidak memiliki anak, orang tua dan istri” [9]

 

Dialah Yang Menciptakan Kita

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyatakan bahwa Allâh-lah yang telah menciptakan kita. Diantara ayat-ayat tersebut adalah firman-Nya :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali dengan tujuan agar mereka mengibadahiku”[10]

Dalam ayat ini, ada beberapa pelajaran :

  1. Allâhlah yang telah menciptakan manusia dan jin
  2. Tujuan Allâh menciptakan manusia dan jin adalah agar mereka beribadah kepada Allâh saja

 

Beberapa Hak Allâh

Hak Allah atas seluruh hamba dijelaskan dalam sebuah hadits dari Muadz bin Jabal radhiallâhu ‘anhu, Rasulullâh pernah bertanya kepadanya : “Wahai Muadz, tahukah Kamu, apa hak Allâh atas hamba ?”

Muadz-pun menjawab : “Allâh dan Rasul-Nya lebih tahu”,

Rasulullâh shallallâhu ‘alahi wasallâm menjawab : “(Hak Allâh atas hamba adalah) Engkau hanya beribadah kepada-Nya, dan tidak mengibadahi selain-Nya”

Lalu Rasulullâh shallallâhu ‘alahi wasallâm bertanya kembali kepadanya : “(Lalu) tahukah Kamu, apa hak hamba jika mereka melakukan hal tersebut ?”

ia pun menjawab : “Allâh dan rasulnya lebih tahu”,

Dalam Shahih Al-Bukhari 7373 dan Muslim 30, dan ini merupakan lafaldz Imam Muslim  disebutkan bahwa Rasulullâh shallallâhu ‘alahi wasallâm menerangkan : “(jika mereka melakukan hal tersebut, mereka) tidak akan diadzab oleh Allâh” [11] 

 

Allâh Yang Paling Pantas Diibadahi

Ibadah merupakan tujuan utama diciptakan manusia, memang Allâh tidak butuh ibadah manusia, dan manusialah yang butuh kepada ibadah tersebut. Namun ibadah adalah perintah Allâh yang paling pertama dalam Al-Qur’an, Allâh berfirman dalam ayat 21 surat Al-Baqarah :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai sekalian manusia, ibadahilah (sembahlah) Rabb kalian, Rabb yang telah menciptakan kalian, dan orang-orang sebelum kalian, agar bisa mencapai derajat taqwa” [12]

Setelah perintah tersebut Allâh ikuti dengan berbagai nikmat dan karunia yang Allâh ciptakan untuk manusia, lalu kembali melarang manusia dari perbuatan syirik

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“(Rabb kalian) yang telah menjadikan bumi terhampar untuk kalian dan langit sebagai atap. Ia juga telah menurunkan air hujan dari langit, yang dengan itu Ia tumbuhkan buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian, oleh karena itu, jangan mengadakan sekutu bagi Allâh, dalam keadaan engkau mengetahui” [13]

Dalam hadits Qudsi Allâh subhânahu wata’ala mengatakan :

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا، يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

“Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan baik golongan manusia maupun jin, semuanya berada pada tingkat ketakwaan yang paling tinggi, maka hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku.

Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan baik golongan jin dan manusia semuanya berada pada tingkat kedurhakaan yang paling buruk, maka hal itu sedikitpun tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku.” [14]

 

Manusia Yang Paling Dicintai Allah Dan Yang Paling Dibenci

Ada satu hal yang sangat dicintai Allâh, dan ada satu hal yang sangat dibenci Allâh, dan Allâh Allâh tabâraka wa ta’âla telah mengabarkan hal ini dalam satu ayatnya :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sembahlah Allâh saja, dan jangan engkau sekutukan ia dengan suatu apapun” [15]

Imam Ibnu Katsir rahîmahullâh ketika menafsirkan ayat ini, berkata : “Dalam ayat ini, Allâh tabâraka wa ta’âla memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk beribadah kepada Allâh saja, dan tidak menduakan-Nya dalam ibadah, karena Allâh-lah sang Pencipta, Pemberi rizki, Pemberi nikmat, Yang memiliki banyak kebaikan kepada seluruh makhluk-Nya, setiap saat dan setiap keadaan, sehingga pantaslah jika Allâh saja yang pantas untuk di-esa-kan, dan tidak disekutukan dengan suatu apapun dari ciptaan-Nya” [16]

Dalam kitab “Al-Utsul Ats-Tsalaatsah” penulis mengatakan  :

“Perintah Allâh yang paling agung adalah tauhid (meng-esa-kan-Nya), yaitu dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya.

Kemudian disebutkan dalam poin pendahuluan yang ketiga tentang larangan terbesarnya adalah syirik, yaitu beribadah kepada selain Allâh”[17] lalu beliau membawakan ayat ke-36 dari surat An-Nisa yang telah lalu penyebutannya. [15]

 

Hal Yang Paling Allâh Benci

Allâh sangat benci dengan kesyirikan, bahkan dosa kesyirikan tidak akan Dia ampuni, Allâh tabâraka wa ta’âla berfirman  :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allâh tidak mengampuni dosa kesyirikan, dan mengampuni dosa selainnya bagi orang yang Dia kehendaki, dan siapa yang berbuat syirik, sungguh ia telah berbuat dosa yang sangat besar” [18]

Dalam ayat yang lain Allâh tegaskan :

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Dan siapa yang berbuat syirik kepada Allâh, maka ia telah tersesat sangat jauh sekali” [19]

Semoga tulisan ini bisa sedikit memberikan penjelasan tentang Allâh subhanahu wata’ala, dan tentunya disana sebenarnya masih banyak sub pembahasan yang lain

Wallâhu a’lam bish shawâb

 

Referensi

  1. Al-Minhaj 17/8
  2. QS. Al-A’raf : 180
  3. HR. Al-Bukhari 2736 dan Muslim 2677
  4. https://binbaz.org.sa/fatwas/17046/شرح-حديث-ان-الله-تسعة-وتسعين-اسما
  5. QS. Asy-Syura : 11
  6. Tafsir Ibnu Katsir 8/528
  7. Tafsir Jalalain : 615
  8. Tafsir Ibnu Katsir 8/528
  9. Tafsir Ibnu Katsir 8/529
  10. QS Adz-Dzariyat : 56
  11. Shahih Al-Bukhari 7373 dan Muslim 30
  12. QS. Al-Baqarah 21
  13. QS. Al-Baqarah 22
  14. Shahih Musim : 2577
  15. QS. An-Nisa 36
  16. Tafsir Ibnu Katsir 2/279
  17. Al-Utsul Ats-Tsalaatsah
  18. QS. An-Nisa : 48
  19. QS. An-Nisa : 116