AS-SALAM

AS-SALAM

Kita masuki kaedah keenam dalam kaedah mengenal nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu nama-nama Allah Ta’ala tidaklah terbatas dengan jumlah bilangan tertentu. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang masyhur,

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ ؛ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ. رواه أحماد

(yang artinya), “Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama bagi-Mu yang Engkau sendiri menamainya dengannya, atau yang engkau datangkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang engkau sembunyikan nama tersebut dalam ilmu ghaib di sisi-Mu” (dan seterusnya hadits).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, serta statusnya (hadits) shahih ((HR. Ahmad (1/391, 352) dan HR. Ibnu Hibban no. 2372 dalam “Mawarid”.)).

Apa yang Allah Ta’ala khususkan dengannya (nama-nama Allah) dalam ilmu ghaib-Nya tidaklah mungkin seseorangpun menjangkaunya dan tidak pula mengetahuinya. Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

” إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ “. رواه البخاري

(yang artinya), “Sesungguhnya bagi Allah 99 nama, (yaitu) 100 kurang 1. Barangsiapa yang meng-ahsha ((yang dimaksudkan Fadhilatus Syaikh penulis kitab (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala) di sini adalah: “Meng-ihsha’/ahsha-nya yaitu menghafal lafadznya (nama-nama Allah), memahami maknanya dan menyempurnakannya dengan beribadah kepada Allah dengan kandungan-kandungan di dalamnya”.))-nya maka dia akan masuk surga
(HR. Bukhari)1.

Angka ini (99 nama) tidaklah menunjukkan kepada pembatasan nama-nama Allah. Walaupun memang menunjukkan faedah pembatasan berdasar lafadz, “Sesungguhnya bagi Allah 99 nama, (yaitu) 100 kurang 1. Barangsiapa yang meng-ahsha ((yang dimaksudkan Fadhilatus Syaikh penulis kitab (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala) di sini adalah: “Meng-ihsha’-nya yaitu menghafal lafadznya (nama-nama Allah), memahami maknanya dan menyempurnkannya dengan beribadah kepada Allah dengan kandungan-kandungan di dalamnya”.))-nya maka dia akan masuk surga” atau kalimat yang semisalnya. ((Kitab “Al-Qawa’idu Al-Mutslaa fii Shifaatillahi wa Asmaaihi Al-Husnaa”. Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala. Cet. Darul Aqidah, 1429 H.))

Para pembaca yang semoga Allah Ta’ala melimpahkan rahmat-Nya untuk kita semua…

Pada kesempatan kali ini nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang akan kita bahas adalah As-Salam ( السَلَام ) (Yang Maha Selamat/Yang Maha Sejahtera) ((Dari Kitab “Fiqh Al-Asmaa’ Al-Husnaa”. Karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallahu ta’ala. Cet. Darul Ibnul Jauzi, 1434 H.)).

Dalil Nama Allah, As-Salam dari Al-Qur’an

As-Salam adalah nama Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an Al-Karim sebanyak 1x dalam firman-Nya Ta’ala,

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ 

(yang artinya), “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (Surat Al-Hasyr: 23).

Penjelasan Ulama tentang Nama Allah, As-Salam

Arti nama Allah yang mulia ini adalah Yang Maha Selamat dari segala aib dan kekurangan, karena kesempurnaan-Nya dalam dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Dia-lah Allah Jalla wa ‘Ala, As-Salam, Al-Haq dari segala sisi. Yaitu keselamatan pada Dzat-Nya dari semua aib dan kekurangan yang terbayangkan dan terkhayalkan. Keselamatan pada sifat-sifat-Nya dari semua aib dan kekurangan. Keselamatan pada perbuatan-perbuatan-Nya dari semua aib, kekurangan, keburukan, kezhaliman, dan segala perbuatan yang tidak menunjukkan sifat hikmah. Dia-lah Allah Subhanahu Yang Maha Selamat dari mempunyai pendamping dan anak. Yang Maha Selamat dari yang menyamai-Nya, yang sepadan dengan-Nya, yang semisal dan serupa dengan-Nya. Yang Maha Selamat dari tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu.

Itulah nama yang mencakup seluruh sifat Allah Ta’ala, karena setiap sifat dari sifat-sifat-Nya Jalla wa ‘Ala selamat dari segala aib dan kekurangan. Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’ala berkata dalam perincian dan persetujuan hal tersebut, “Oleh karena itu, apabila kita merenungkan tentang kesatuan sifat-sifat-Nya yang sempurna akan kita jumpai bahwa setiap sifat-Nya adalah selamat dari hal-hal yang merusak kesempurnannya. Maka sifat hidup-Nya selamat dari kematian, masa tua dan tidur. Begitu juga sifat berdiri sendiri-Nya dan kekuasaan-Nya selamat dari kelelahan dan keletihan. Sifat ilmu-Nya selamat dari sesuatu yang tersembunyi dari-Nya, terkena penyakit lupa atau kebutuhan dari mengingat dan merenung. Kehendak-Nya selamat dari tidak terkandungnya sifat hikmah dan maslahat (kebaikan). Firman-Nya selamat dari kedusataan dan kezhaliman. Bahkan firman-Nya telah sempurna merupakan sesuatu yang benar dan adil. Kekayaan-Nya selamat dari membutuhkan kepada sesuatu selain-Nya dalam bentuk apapun. Bahkan segala sesuatu selain-Nya sangat butuh kepada-Nya. Dia-lah yang tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya. Kerajaan-Nya selamat dari gejolak di dalamnya, dari persekutuan atau adanya pembantu dan pemberi pertolongan di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Keesaan-Nya selamat dari adanya sekutu bagi-Nya di dalam hal tersebut. Bahkan Dia-lah Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Dia.

Perwujudan dari Nama Allah, As-Salam

Kelembutan-Nya, maaf-Nya dan ampunan-Nya selamat dari adanya kebutuhkan dari-Nya, ketundukan dan bantuan sebagaimana hal itu terjadi pada selain-Nya. Namun Dia-lah Allah yang murni kedermawanan-Nya, kebaikan-Nya dan kemuliaan-Nya. Demikian juga pada azab-Nya, hukuman-Nya, kerasnya siksaan-Nya, cepatnya balasan-Nya selamat dari kezhaliman, kecurangan, kekejaman dan kebengisan. Namun itu semua terjadi dengan murninya hikmah-Nya, keadilan-Nya dan dengan menempatkan segala sesuatu tepat pada tempatnya. Dia-lah Allah yang berhak pada-Nya mendapat pujian dan sanjungan sebagaimana berhak diri-Nya mendapatkannya atas kebaikan-Nya, balasan-Nya dan nikmat-Nya. Seandainya Dia menjadikan balasan berupa pahala pada tempat balasan berupa hukuman, maka ini bertentangan dengan hikmah-Nya dan kemuliaan-Nya. Allah menempatkan hukuman sesuai dengan tempatnya karena hal tersebut termasuk keadilan-Nya, hikmah-Nya dan kemuliaan-Nya. Sehingga Dia-lah Allah yang selamat gangguan musuh-musuh-Nya dan orang-orang yang bodoh terhadap-Nya dari penyelisihan terhadap hikmah-Nya.

Ketentuan-Nya dan ketetapan-Nya selamat dari kesia-sian, ketidakadilan, kezhaliman dan ketidaktepatan terjadinya yang mana itu menyelisihi maksud dari hikmah-Nya. Syariat-Nya dan agama-Nya selamat dari pertentangan, perselisihan, kegoncangan, bertentangan dengan masalahat bagi hamba, rahmat dan kebaikan bagi mereka, dan dari penyelisihan terhadap hikmah-Nya. Namun Dia mensyariatkan seluruhnya dengan hikmah, rahmat, maslahat, dan keadilan.

Demikian pula pemberian-Nya selamat dari menginginkan balasan atau hajat kepada yang diberi. Kebaikan-Nya selamat dari sifat pelit, takut dan miskin. Namun pemberian-Nya adalah kebaikan yang murni tanpa sedikitpun mengharapkan balasan atau adanya hajat. Kebaikan-Nya adalah keadilan yang murni dan penuh hikmah, tidaklah sedikitpun mencampurinya kepelitan dan tidak pula kelemahan.

Istiwa’-Nya dan meninggi-Nya di atas ‘Arsy-Nya selamat dari membutuhkan kepada sesuatu yang memikulnya atau beristiwa’ di atasnya (‘Arsy). Namun ‘Arsy-lah yang butuh kepada-Nya dan yang memikul ‘Arsy tersebut semuanya membutuhkan kepada-Nya. Dia-lah Allah yang tidak membutuhkan ‘Arsy dan yang memikulnya, serta dari segala sesuatu selain-Nya. Dia-lah yang istiwa’ dan tinggi, tidak ada yang menyerupai-Nya sedikitpun, tidak butuh kepada ‘Arsy dan kepada selain-Nya, serta tidak ada satupun yang meliputi-Nya. Namun Allah Subhanahu kepada ‘Arsy, tidaklah Dia membutuhkan kepadanya karena Dia-lah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji. Istiwa’-Nya di atas ‘Arsy dan berkuasa atas ciptaan-Nya termasuk bentuk perwujudan dari kerajaan-Nya dan kekuasaan-Nya tanpa adanya kebutuhan kepada ‘Arsy dan kepada selainnya dari segala sisi.

Turunnya Allah Ta’ala pada tiap malam ke langit dunia selamat dari apa yang bertentangan dengan ketinggian-Nya di atas ‘Arsy. Juga selamat dari hal-hal yang bertentangan dengan kekayaan-Nya dan kesempurnaan-Nya. Selamat dari apa yang diandai-andaikan dari orang-orang ahli ta’thil (penyelewangan makna dari nama dan sifat Allah) dan ahli tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk). Selamat dari keberadaan-Nya di bawah sesuatu dan tertahan pada sesuatu. Maha Tinggi Allah Rabb kita dari segala hal yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya dan kekayaan-Nya.

Pendengaran-Nya dan penglihatan-Nya selamat dari setiap apa yang dikhayalkan orang-orang ahli tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk) dan perkataan-perkataan dusta orang-orang ahli ta’thil (penyelewangan makna dari nama dan sifat Allah). Kebersamaan-Nya dengan kekasih-kekasih-Nya (wali-wali Allah) selamat dari kerendahan sebagaimana wali-wali pada makhluk terhadap makhluk yang lain. Bahkan Allah membersamai dengan rahmat dan kebaikan-kebaikan-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ ۖ  

(yang artinya), “Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong
(Surat Al-Isra’: 111).

Sehingga tidaklah tertolak bahwa bagi-Nya memiliki wali secara mutlak. Namun yang ditolak adalah kerendahan bagi-Nya dari memiliki wali tersebut.

Begitu pula kecintaan bagi sesuatu yang dicintai-Nya dan kekasih-Nya selamat dari keserupaan cinta makhluk dengan makhluk yang lain berupa cinta yang merupakan kebutuhan bagi makhluk tersebut, dalam rangka mencari perhatiannya atau mendapat manfaat dari kedekatan kepadanya. Kecintaan-Nya juga selamat dari tuduhan-tuduhan dusta orang-orang ahli ta’thil (penyelewangan makna dari nama dan sifat Allah). Begitu juga selamat dari apa yang diserupakan kepada diri-Nya dari tangan dan wajah (dengan makhluk). Selamat dari apa saja yang dikhayalkan kepada-Nya oleh orang-orang ahli tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk) dan perkataan-perkataan dusta dari orang-orang ahli ta’thil” ((“Bada’iul Fawaid” (2/135-137).)).

Kemudian penulis kitab, Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu ta’ala menutup pembahasannya dengan perkataan yang sarat makna dengan mengatakan, “Renungkanlah bagaimana kandungan nama-Nya “As-Salam” (Yang Maha Selamat) dari setiap hal yang tersucikan dari-Nya Tabaraka wa Ta’ala. Berapa banyak orang yang mengenal nama ini namun tidak mengetahui apa yang terkandung dari faedah dan maknanya.”.

Keselamatan dari Allah kepada hamba-hamba-Nya

Diantara dalil-dalil nama Allah ini (As-Salam) adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala sang pemilik keselamatan/kesejahteraan, artinya adalah Dia-lah Allah yang menyelamatkan hamba-hamba-Nya. Dia-lah Allah yang menyelamatkan para rasul-Nya dan nabi-Nya ‘alaihimusshalatullahi wa sallam, karena iman mereka dan kesempurnaan penghambaan diri mereka kepada Allah dengan bukti yang jelas, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَىٰ عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَىٰ ۗ 

(yang artinya), “Katakanlah: “Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya
(Surat An-Naml: 59).

Lalu Allah Ta’ala berfirman,

سَلَامٌ عَلَىٰ نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ

(yang artinya), “Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam
(Surat Ash-Shaffat: 79).

Allah Ta’ala berfirman,

سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

(yang artinya), “(yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim
(Surat Ash-Shaffat: 109).

Kemudian Allah Ta’ala berfirman,

سَلَامٌ عَلَىٰ مُوسَىٰ وَهَارُونَ

(yang artinya), “(yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Musa dan Harun
(Surat Ash-Shaffat: 120).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

سَلَامٌ عَلَىٰ إِلْ يَاسِينَ

(yang artinya), “(yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ilyas?
(Surat Ash-Shaffat: 130).

Seorang muslim yang merupakan hamba-Nya dan wali-Nya kelak berada di dalam surga yang penuh kenikmatan. Allah Ta’ala berfirman,

تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ ۚ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا 

(yang artinya), “Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka” (Surat Al-Ahzab: 44).

Lalu Allah Ta’ala berfirman,

خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ ۖ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ

(yang artinya), “mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah “salaam”.” (Surat Ibrahim: 23).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

سَلَامٌ قَوْلًا مِّن رَّبٍّ رَّحِيمٍ

(yang artinya), “(Kepada mereka dikatakan): “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang
(Surat Yasin: 58).

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjadikan surga-Nya sebagai tempat penuh keselamatan (Darussalam) bagi hamba-hamba-Nya dari adanya kematian, sakit, kesedihan,  penderitaan, kekhawatiran, dan selainnya dari hal-hal yang menyakitkan. Allah Ta’ala berfirman,

لَهُمْ دَارُ السَّلَامِ عِندَ رَبِّهِمْ ۖ وَهُوَ وَلِيُّهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

(yang artinya), “Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya
(Surat Al-An’am: 127).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ

(yang artinya), “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga)
(Surat Yunus: 25)2.

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjadikan kelapangan dari nama-Nya ini (As-Salam) di dunia yang menjadi sebab untuk memasuki surga (Darussalam) di akhirat kelak. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

” لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ “. رواه مسلم ((Teks hadits dalam artikel ini diambil dari aplikasi  جَامِعُ الكُتُبِ التِسْعَةِ””.))

(yang artinya), “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian atas suatu hal yang apabila kalian mengamalkannya kalian akan dapat saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim) ((HR. Muslim no. 43, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.)).

  1. HR. Bukhari dalam Bab Tauhid no. 7392 dan HR. Muslim dalam Bab Dzikir No. 2677. []
  2. Teks ayat Al-Qur’an dan terjemahnya dalam artikel ini diambil dari aplikasi  آيات””. []