Dosa Besar

Definisi Dosa Besar

Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam mendefinisikan dosa besar. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa semua dosa yang dilarang oleh Allah adalah dosa besar. Mereka menyatakan demikian karena memandang kepada siapa kemaksiatan dan kedurhakaan itu dilakukan. Dan tentu saja semua dosa adalah kedurhakaan dan kemaksiatan kepada Allah, sehingga semuanya disebut dosa besar karena merupakan kemaksiatan kepada Allah yang maha besar.

Ada juga yang mendefinisikan dosa besar dengan menyebut beberapa jumlah dosa besar. Ada yang menyebutnya tujuh, ada yang menyebutnya tujuh puluh, dan lain sebagainya.

Definisi yang paling baik untuk dosa besar adalah: Setiap dosa yang mengakibatkan adanya hukuman had di dunia; atau pelakunya dilaknat, atau diancam dengan kemurkaan atau neraka; atau disebutkan bahwa pelakunya tidak beriman; atau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. [1]

Contoh Dosa Besar

Perbuatan yang mengakibatkan had

Contoh dosa besar yang mengakibatkan adanya hukuman had di dunia adalah dosa mencuri. Allah berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [2]

Perbuatan yang pelakunya dilaknat

Contoh dosa besar yang pelakunya dilaknat adalah menuduh wanita baik-baik berbuat zina. Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” [3]

Perbuatan yang diancam dengan kemurkaan

Contoh dosa besar yang pelakunya diancam dengan kemurkaan Allah adalah dosa berpaling mundur dari peperangan saat berkecamuk. Allah berfirman,

وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” [4]

Perbuatan yang diancam dengan neraka

Contoh dosa besar yang pelakunya diancam dengan neraka adalah makan harta anak yatim. Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” [5]

Perbuatan yang pelakunya disebut tidak beriman

Contoh dosa besar yang pelakunya disebut tidak beriman adalah perbuatan zina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina berbuat zina, ketika berbuat zina dia dalam keadaan beriman.” [6] [7]

Perbuatan yang Rasulullah berlepas diri darinya

Contoh dosa besar yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya, adalah seperti yang disebutkan dalam sabdanya,

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى

“Barangsiapa yang menipu, maka dia tidak termasuk golonganku. [8]

Juga seperti pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ أَوْ شَقَّ الْجُيُوبَ أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Tidak termasuk golongan kami; orang yang memukul pipi, atau merobek-robek baju, atau menyeru dengan seruan jahiliah. [9] [10]

Dalil Adanya Dosa Besar dan Dosa Kecil

Dalam Al-Quran maupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat sejumlah dalil yang menunjukkan bahwa dosa terbagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil. Di antara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut:

Firman Allah,

إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami memasukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” [11]

Juga firman Allah,

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ

“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.” [12]

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Shalat lima waktu, jumat kepada jumat berikutnya, Ramadan kepada Ramadan berikutnya; adalah penghapus dosa yang ada di antaranya, apabila (seseorang) menjauhi dosa-dosa besar.” [13]

Dosa Besar Bertingkat-tingkat

Hukum Pelaku Dosa Besar

Pembahasan tentang hukum pelaku dosa besar di sini, adalah berkaitan dengan dosa besar yang tingkat keburukan dan bahayanya di bawah kesyirikan. Dan demikianlah para ulama ketika menyampaikan tentang hukum pelaku dosa besar, yang dimaksud adalah dosa besar yang tingkatnya di bawah kesyirikan. 

Maka dalam hal ini orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam secara umum terbagi menjadi tiga kelompok besar.

Hukum pelaku dosa besar menurut Murjiah

Orang-orang murji’ah memiliki pemahaman yang salah tentang iman. Mereka menganggap amalan tidak termasuk dalam bagian iman. Dengan dasar pemahaman yang salah tentang keimanan ini, mereka pun terjerumus dalam kesalahan dalam menghukumi pelaku dosa besar.

Hukum di dunia

Menurut mereka, pelaku dosa besar tetap dalam keimanan yang sempurna. Karena menurut mereka amalan tidak akan mempengaruhi keimanan. Sehingga keimanan orang yang melakukan dosa besar tetap sempurna dan sama dengan keimanan orang-orang yang shalih.

Hukum di akhirat

Adapun hukum di akhirat menurut Murji’ah, pelaku dosa besar tidak berhak masuk ke dalam neraka baik selamanya maupun sementara. Karena mereka masih dianggap sempurna imannya.

Hukum pelaku dosa besar menurut Wa’idiyyah

Kelompok kedua adalah wa’idiyyah. Kelompok ini mencakup dua kelompok besar; yaitu Khawarij dan Mu’tazilah.

Hukum di dunia

Dalam menghukumi pelaku dosa besar di dunia, orang-orang Khwarij dan Mu’tazilah sepakat bahwa pelaku dosa besar telah keluar dari daerah keimanan. Hanya saja terjadi perbedaan antara kedua kelompok tersebut dalam penamaan (pengistilahan) pelaku dosa besar tersebut.

Orang-orang Khawarij secara tegas menyatakan pelaku dosa besar adalah orang yang kafir karena telah keluar dari daerah keimanan.

Hukum di akhirat

Sedangkan orang-orang Mu’tazilah tidak menyatakan kafirnya pelaku dosa besar meskipun mereka telah mengeluarkan pelaku dosa besar dari daerah keimanan. Maka mereka pun membuat istilah baru dan menyatakan bahwa pelaku dosa besar fil manzilah bainal manzilatain (berada dia satu posisi antara dua posisi), artinya pelaku dosa besar tidak disebut beriman tidak pula disebut kafir.

Adapun hukum pelaku dosa besar di akhirat menurut kedua kelompok ini, maka keduanya sepakat bahwa pelaku dosa besar pasti masuk ke dalam neraka dan kekal abadi selama-lamanya di dalam neraka.

Hukum pelaku dosa besar menurut Ahlussunnah

Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah, maka kelompok ini adalah kelompok yang bersikap tengah dalam masalah ini – dan dalam masalah-masalah lainnya – karena mereka mengikuti seluruh dalil-dalil yang ada, mengumpulkan dan mengompromikan dalil-dalil tersebut tanpa ketimpangan terhadap sebagian dalil.

Hukum di dunia

Menurut Ahlussunnah, pelaku dosa besar yang tidak terjerumus dalam pembatal Islam masih berada di dalam daerah keimanan. Dia tidak keluar dari daerah keimanan dengan sebab dosa besarnya itu. Namun demikian, dosa besar yang dia lakukan tetap memberi pengaruh pada keimanannya sehingga mengurangi kesempurnaan imannya. Dia tidak dinyatakan sebagai orang yang sempurna imannya, dan tidak pula dinyatakan telah keluar dari keimanan. Maka dia dikatakan sebagai seorang mukmin yang tidak sempurna imannya, atau bisa dikatakan sebagai seorang mukmin yang fasik. Disebut mukmin karena masih ada keimanan pada dirinya, dan disebut fasik karena dosa besar yang dilakukannya.

Hukum di akhirat

Adapun di akhirat, maka Ahlussunnah berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah. Apabila Allah menghendaki untuk mengampuninya maka dia bisa diampuni dan tidak disiksa di dalam neraka. Dan apabila Allah menghendaki untuk menghukumnya maka Allah memasukkannya ke dalam neraka sekadar dosa yang dia lakukan untuk membersihkannya dari dosa tersebut. Apabila dia telah bersih dari dosanya, maka Allah akan mengeluarkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga dengan sebab keimanan yang ada pada dirinya.

Dalil Ahlussunnah tentang hukum pelaku dosa besar

Tentang pelaku dosa besar yang masih dalam daerah keimanan, dalilnya adalah firman Allah,

وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا

“Dan kalau ada dua golongan dari orang-orang yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.” [14]

Pada ayat tersebut Allah masih menyebut dua kelompok yang bertikai dan berperang, dengan sebutan keimanan. Padahal dalam peperangan dan pertikaian tersebut terjadi saling bunuh, sedangkan membunuh seorang mukmin adalah dosa besar. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan dosa besar semata, tidak bisa mengeluarkan seorang mukmin dari daerah keimanan.

Adapun dalil bahwa di akhirat nanti pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah apakah akan diampuni atau dihukum; adalah firman Allah,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” [15]

Pengaruh Dosa dan Maksiat

Dosa dan maksiat memiliki dampak buruk yang sangat banyak dan berbahaya. Di antaranya:

Sebab hancurnya umat-umat terdahulu

Allah berfirman,

وَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُّكْرًا

“Dan betapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.” [16]

Allah juga berfirman,

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” [17]

Sebab seseorang mendapatkan kehidupan yang sempit

Allah berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” [18]

Dosa menjadikan seseorang menganggap remeh dosa

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Seorang hamba terus menerus melakukan dosa sehingga dosa itu menjadi terasa remeh dan ringan dalam hatinya. Itulah pertanda kebinasaan. Karena setiap kali dosa itu dianggap remeh oleh pandangan hamba, maka dosa itu menjadi besar di sisi Allah.[19]

Sebab kehinaan dan kerendahan

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kemaksiatan pasti akan menyebabkan kehinanan. Karena kemuliaan yang sesungguhnya, ada dalam ketaatan kepada Allah.[20]

Melemahkan sifat pengagungan kepada Allah

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Di antara hukuman dosa dan kemaksiatan, bahwa dosa dan kemaksiatan akan melemahkan pengagungan terhadap Allah dalam hati, melemahkan rasa takutnya kepada Allah dalam hati seorang hamba. Ini suatu keniscayaan, mau tidak mau. Seandainya rasa takut dan pengagungan kepada Allah masih ada dalam hati seorang hamba, niscaya dia tidak akan lancang berbuat maksiat kepada-Nya.[21]

Dosa menghilangkan nikmat dan berkah

Allah berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [22]

Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya dosa pasti akan menghilangkan kenikmatan. Tidaklah seorang hamba berbuat dosa melainkan akan hilang darinya satu nikmat dari Allah sesuai dengan (kadar) dosa tersebut…[23]

Penghalang dari ilmu syar’i

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [24]

Ayat tersebut menerangkan bahwa ketakwaan adalah sebab Allah memberikan furqaan kepada hamba-Nya. Dan furqaan adalah ilmu yang dengannya seorang hamba bisa membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebatilan, antara halal dan haram, antara orang yang mendapatkan kebahagiaan hakiki dan orang-orang yang mendapatkan kesengsaraan. Maka sebaliknya, dosa adalah sebab utama seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat baginya.

Dosa menghalangi dari ketaatan

Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Apabila engkau tidak mampu shalat malam dan puasa di siang hari; maka ketahuilah bahwa engkau telah terhalang (dari melakukan ketaatan) dan terbelenggu. Engkau terbelenggu oleh dosa dan kesalahanmu.” [25]

Dosa menghilangkan rasa malu dan menyeret kemaksiatan lainnya

Dosa melemahkan rasa malu dari seorang hamba sehingga bisa jadi rasa malu itu hilang secara keseluruhan. Sehingga dia tidak lagi terpengaruh dengan pengetahuan orang-orang akan buruknya keadaan dirinya. Bahkan banyak dari mereka yang malah mengabarkan keadaan dirinya dan buruknya perilaku dirinya. Hal itu karena rasa malu telah hilang dari dirinya. [26]

Dan sebagian ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya termasuk pahala suatu kebaikan adalah kebaikan yang ada setelahnya. Dan termasuk hukuman terhadap suatu keburukan (dosa) adalah keburukan setelahnya.”

Dosa menghalangi rezeki

Allah telah menjadikan takwa sebagai sebab datangnya rezeki. Allah berfirman,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ۝ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” [27]

Maka ketika takwa menjadi sebab datangnya rezeki, bisa dipahami bahwa lawan dari takwa yaitu dosa dan maksiat adalah sebab terhalangnya rezeki.

Referensi

  1. Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Syaikh Abdurrahman Al-Barrak, hlm. 253.
  2. QS. Al-Maidah: 38.
  3. QS. An-Nur: 23.
  4. QS. Al-Anfal: 16.
  5. QS. An-Nisa: 10.
  6. HR. Al-Bukhari no. 2475.
  7. HR. Muslim no. 57.
  8. HR. Muslim no. 102.
  9. HR. Al-Bukhari no. 1297.
  10. HR. Muslim no. 103.
  11. QS. An-Nisa: 31.
  12. QS. An-Najm: 32.
  13. HR. Muslim no. 233.
  14. QS. Al-Hujurat: 9.
  15. QS. An-Nisa: 116.
  16. QS. Ath-Thalaq: 8.
  17. QS. Al-Ankabut: 40.
  18. QS. Thaha: 124.
  19. Al-Jawabul Kafi, hlm. 38.
  20. Al-Jawabul Kafi, hlm. 6.
  21. Al-Jawabul Kafi, hlm. 36.
  22. QS. Asy-Syura: 30.
  23. Thariq Al-Hijratain, hlm. 408.
  24. QS. Al-Anfal: 29.
  25. Hilyatul Auliya, 8/96.
  26. Al-Jawabul Kafi, hlm. 69.
  27. QS. Ath-Thalaq: 2.