Ibadah

Ibadah secara bahasa bermakna ketundukan, kepatuhan, dan merasa rendah diri [1]

Ada banyak definisi ibadah yang disampaikan para ulama. Definisi yang dianggap paling baik adalah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah,

الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah ta’ala baik perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun batin.

Definisi ini dianggap paling baik karena paling mudah dipahami dan paling dekat dengan dalil-dalil yang ada.
(tambahan setelah kalimat : “….dengan dalil-dalil yang ada”) pada definisi ibadah

Diantara tanda bahwa Allah cinta atau ridha pada sesuatu [2]

1. Ada Berita Bahwa Allah Menyukainya

Contohnya adalah Taubat.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ الْمُؤْمِنِ، مِنْ رَجُلٍ فِي أَرْضٍ دَوِّيَّةٍ مَهْلِكَةٍ، مَعَهُ رَاحِلَتُهُ، عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ وَقَدْ ذَهَبَتْ، فَطَلَبَهَا حَتَّى أَدْرَكَهُ الْعَطَشُ، ثُمَّ قَالَ: أَرْجِعُ إِلَى مَكَانِيَ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ، فَأَنَامُ حَتَّى أَمُوتَ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى سَاعِدِهِ لِيَمُوتَ، فَاسْتَيْقَظَ وَعِنْدَهُ رَاحِلَتُهُ وَعَلَيْهَا زَادُهُ وَطَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَاللهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ الْعَبْدِ الْمُؤْمِنِ مِنْ هَذَا بِرَاحِلَتِهِ وَزَادِهِ

“Allah lebih bahagia dengan taubat seorang mukmin, dibandingkan dengan kebahagian seorang yang sedang berada padang sahara yang menakutkan, ia hanya bersama hewan tunggangannya yang membawa makanan dan minumannya lalu ia tertidur.

Saat ia bangun dari tidurnya, dia dapati hewan tunggangannya hilang, tidak berada ditempat, ia coba untuk mencarinya kesana kemari, sampai rasa haus menghampiri.

(karena tidak menemukan hewannya) Ia pun berguman : ‘saya kembali ketempat tadi saja, kemudian aku tidur hingga kematian datang’
Ia letakkan kepala diatas lengan kanannya, bersiap untuk mati
Namun saat terbangun (dari tidurnya ini) ia dapati hewan tunggangannya telah kembali, lengkap dengan perbekalan yang dibawanya, makan dan minumnya.

Nah kebahagiaan Allah dengan taubatnya seorang mukmin, lebih besar dibandingkan dengan cerita orang ini dan hewan tunggangannya” [3]

2. Ada Perintah Untuk Melaksanakannya

Diantara contoh bahwa ibadah adalah ada perintah untuk melaksanakannya adalah

2.1. Shalat dan Zakat

Allah berfirman dalam beberapa ayat didalam Al-Qur’an :

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

“Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat !”

2.2. Puasa Ramadhan

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa,” [4]

2.3. Melaksanakan Ibadah Haji

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Allah memiliki hak atas setiap orang untuk berhaji bagi yang mampu”

2.4. Berdoa

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Rob kalian berfirman : ‘Berdoalah kepadaku, pasti akan aku kabulkan untuk kalian’” [5]

3. Ada Pahala Yang Dijanjikan Bagi Pelakukanya

Diantara contohnya adalah menghidupkan malam hari bulan ramadhan dengan ibadah

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang menghidupkan malam hari pada bulan ramadhan dengan ibadah dikarenakan iman dan mengharap pahala, Dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” [6]

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Siapa yang shalat 12 rakaat (sunnah) sehari semalam, dengan sebab itu, ia akan dibangunkan rumah disurga” [7]

4. Ada Hukuman Bagi Yang Meninggalkannya

Contohnya adalah Doa, Allah marah kepada seorang yang tidak mau berdoa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدْعُ اللَّهَ سُبْحَانَهُ غَضِبَ عَلَيْهِ

“Siapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Ia akan marah kepadanya” [8]

5. Ada Pujian Bagi Pelakunya

Bersedekah, dan bersifat Itsar (mendahulukan kepentingan orang lain, yang bukan urusan agama), Mencintai Muhajirin. Allah berfirman :

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” [9]

6. Ada Pujian Bagi Ibadah Tersebut

Contohnya adalah makan dan minum kemudian bersyukur kepada Allah

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Allah benar-benar ridho dengan seorang hamba yang apabila makan ia bersyukur kepada-Nya, dan apabila ia meminum minuman, ia bersyukur kepada-Nya” [10]

Penjelasan Ringkas

“Sebuah nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah” menunjukkan banyak amal yang tercakup di dalamnya, semua yang Allah cintai dan Allah ridhai. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sebuah amalan ini dicintai atau diridhai Allah? Jawabnya ketika Allah memerintahkan amal tersebut atau dengan tegas dijelaskan bahwa amal tersebut dicintai dan diridhai Allah.

“Baik perkataan maupun perbuatan” menunjukkan bahwa ibadah terbagi dua: ibadah berupa perkataan dan ibadah berupa perbuatan. Tidak ada jenis yang ketiga.

“Yang lahir maupun batin” menunjukkan bahwa ibadah berupa perkataan bisa secara lahir ataupun batin. Demikian juga, ibadah berupa perbuatan, bisa secara lahir maupun batin.

Maka secara umum, ada 4 macam ibadah

Ibadah berupa perkataan yang batin

Contohnya: Ibadah berupa perkataan yang lahir, contohnya: niat dan maksud seseorang. Niat adalah sebuah perkataan, tapi perkataan hati. Jika hati bermaksud untuk melakukan sesuatu maka itu hati itu sedang berkata.

Ibadah berupa perkataan yang lahir

Contohnya: berdzikir, membaca Al Qur’an, berkata kebaikan, dan lain-lain.

Ibadah berupa perbuatan yang batin

Contohnya: keikhlasan, tawakal, rasa takut, dan lainnya.

Ibadah berupa perbuatan yang lahir

Contohnya: istighatsah, isti’anah, menyembelih, bernadzar, haji, dan lain-lain.

Segala macam ibadah ini, tidak boleh kita berikan kecuali hanya untuk Allah semata. Siapa yang memberikan sedikit bagian ibadah ini untuk selain Allah, maka dia telah memalingkan ibadah ini untuk selain Allah. Bertolak belakang dengan firman Allah,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, beribadahlah hanya kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian” ((QS. Al-Baqarah: 21))

Demikian juga hal tersebut bertolak belakang dengan ikrar seorang hamba bahwa yang dia sembah hanya Allah semata. Orang yang menujukan peribadatan kepada selain Allah maka itulah perbuatan syirik. [11]

Dua Tanda Ibadah

Sebagaimana dijelaskan dalam definisi, ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah ta’ala baik perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun batin.
Dan tanda dari sesuatu itu ibadah adalah memiliki dua syarat :

1. Allah mencintainya

Dan telah dijelaskan diatas, tentang tanda-tanda bahwa Allah mencintai sesuatu

2. Apa yang Allah cintai disyariatkan untuk umat ini

Maksudnya adalah disyariatkan dalam Al-Qur’an atau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Dua Rukun Ibadah

1. Rasa cinta yang tinggi

2. Besarnya kerendahan diri dihadapan Allah

Dua Syarat Ibadah (Agar Diterima)

1. Mengikhlaskan ibadah kepada Allah

2. Mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

Maksudnya adalah seorang yang beribadah tidak akan diterima, jika :
1. Tidak ada keikhlasan padanya, walaupun dia mengikuti Nabi shallallahu ‘alahi wasallam
2. Tidak mengikuti Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, walaupun dia ikhlas
3. Apalagi jika tidak ada keikhlasan dan tidak mengikuti Nabi shallallahu ‘alahi wasallam

Sehingga jika seorang ingin ibadahnya diterima, maka harus menggabungkan kedua syarat ini, (yang pertama) ikhlas, (yang kedua) mengikuti atau mencontoh cara ibadah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam

Ibadah Menurut Sisi Pandangnya

1. Menurut sisi pandang bentuk ibadahnya

Menurut sisi pandang bentuk ibadahnya, terbagi menjadi dua.

1.1. Ibadah dengan perbuatan

Misalkan : shalat, puasa, haji, zakat, dan lain lain

1.2. Ibadah dengan meninggalkan larangan

Perlu diketahui, bahwa Allah dan Rasulnya tidak hanya memerintahkan untuk melakukan sesuatu, akan tetapi, juga melarang dari sesuatu. Maka siapa yang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, maka ia telah menyempurnakan peribadahannya dari sisi ini.

Dan maksudnya meninggalkan disini adalah menahan diri, mengekangnya dari sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya larang. Allah berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” [12]

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أنا زعِيم بِبيتِ في رَبَضِ الجنةِ، لمن تركَ المِراء وإن كان مُحِقَّاً، وببيتٍ في وسَطِ الجنة لمن تركَ الكذِبَ وإن كانَ مازحاً، وببيتٍ في أعلى الجنةِ لمن حسَّنَ خُلُقَه

“Aku menjamin istana dipinggiran surga bagi seorang yang mau meninggalkan perdebatan walupun ia benar, dan aku juga menjamin istana ditengah surga bagi seorang yang mau meninggalkan kedustaan walaupun saat ia bercanda dengan, dan aku menjamin rumah disurga yang atas bagi seorang yang bisa berakhlak dengan baik dengan” [13]

Berdasarkan hadits diatas, maka seorang yang bisa meninggalkan debat dan dusta maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jamin dengan istana disurga. Dan telah disebutkan diatas, yang mana salah satu tanda ibadah adalah ada janji pahala.

Dan dalil untuk permasalahan ini cukup banyak, diantara contohnya lagi adalah sebuah hadits yang mengabarkan tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari kiamat kelak, diantara yang disebutkan :

وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ الله

“Lalu seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita mulia (berpangkat) dan cantik, namun ia (menolaknya) dan mengatakan : ‘Aku takut kepada Allah’” [14]

Kapan ibadah jenis “meninggalkan” ini bisa mendapatkan pahala ?

jawabannya adalah jika ia sengaja meninggalkan (ada niat) dan (yang kedua) ikhlas karena Allah.

Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka seorang tidak tidak mendapatkan pahala.

Sehingga jika seorang mininggalkan sesuatu yang dilarang karena (1) lupa, (2) lemah atau tidak mampu dan yang semisalnya, maka tidak mendapatkan pahala.

Dan yang mendapatkan pahala pada jenis ibadah ini adalah seorang yang mungkin melakukan larangan ini, mudah untuk melakukan, tersedia segala jenis instrumen penopang, ada dorongan-dorongan untuk melakukan larangan ini, lalu dia menghadang jiwanya, menolak keinginannya dari itu semua. Itulah orang yang mendapatkan pahala dari jenis ibadah yang satu ini.

Sehingga jika ada seorang yang tidak ada angin tidak ada hujan, ia tidak ingin berzina, maka secara amalan jenis “meninggalkan” ini, dia belum diberi pahala.

Dan semua ini harus ikhlas karena Allah, adapun jika dia meninggalkan semua ini bukan karena Allah, bahkan karena ingin dipuji manusia, riya, maka dia malah mendapatkan dosa. Karena riya adalah kesyirikan. Dan siapa yang meninggalkan semua larangan ini karena takut sakit, maka dia juga tidak mendapatkan pahala dengan jenis ibadah “meninggalkan” ini.

2. Menurut Keterkaitannya

Maksudnya adalah ibadah yang berkaitan dengan pelakunya, dan ini terbagi menjadi dua :

1. Ibadah yang tampak (badan, lisan).

Ibadah ini dalam bahasa arab dinamakan ibadah dhahirah (العبادة الظاهرة)
Contohnya adalah : sholat, zakat, haji, adzan, iqomah dll

2. Ibadah yang tidak tampak (hati)

Ibadah ini dalam bahasa arab dinamakan ibadah bathinah (العبادة الباطنة)
Sebuah ibadah yang dilakukan oleh hati, semisal : rasa cinta kepada Allah, takut, kembali, tawakal dll

Dan ibadah bathinah (العبادة الباطنة) ini lebih besar pahalanya dari pada ibadah dhahirah (العبادة الظاهرة).

Bahkan ibadah dhahirah (العبادة الظاهرة) jika tidak dibarengi dengan ibadah bathinah (العبادة الباطنة), maka ibadah itu akan sedikit efeknya, atau bahkan tidak ada efeknya sama sekali.

3. Menurut Hukumnya

Menurut hukumnya ibadah itu terbagi menjadi dua,

1. Ibadah wajib

Ibadah yang harus dilakukan, jika tidak dilakukan maka seorang hamba akan berdosa.

2. Ibadah sunnah (mustahab) atau yang dianjurkan

Ibadah yang tidak harus dilakukan, tapi seorang yang tidak melakukan akan terlewatkan dari pahala yang sangat besar.

Jika ibadah sunnah atau mustahab saja seorang akan terlewatkan dari pahala dan keutamaan yang sangat besar, maka apalagi ibadah yang wajib, selain dia terlewatkan pahala yang sangat besar, maka ia juga mendapatkan dosa.

Ibadah Tujuan Utama Penciptaan

Allah menciptakan makhluk, tidak lain ada tujuannya. Allah menciptakan makhluk menghendaki sesuatu yang ia cintai, yaitu ibadah, mengesakan Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu Allah berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku (mengesankan-Ku)”
[15]

Ibadah, Manfaatnya Untuk Pelaku Bukan Yang Diibadahi

Allah berfirman setelah mengabarkan tujuan penciptaannya :

مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Aku (Allah) tidak ingin dari mereka rizki (persembahan), Aku (Allah) juga tidak ingin mereka memberikan makan untuk-Ku, Bahkan Allah (Aku) lah yang Maha Pemberi Rizki, Perkasa dan tidak terkalahkan”
[16]

Harus dicatat, bahwa ibadahnya seorang makhluk itu tidak akan pernah menambah kemuliaan Allah, dan pembangkangan seorang makhluk itu juga tidak akan mengurangi kemuliaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan hadits qudsi, yang berbunyi :

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا، يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hambaku, seandainya seluruh jin dan manusia, dari awal hingga akhirnya, keadaannya seperti orang yang paling bertaqwa, hal tersebut tidak menambah kekuasaan-Ku

Wahai hamba-Ku, seandainya seluruh jin dan manusia, dari awal hingga akhir, keadaannya seperti orang yang paling jahat, paling maksiat, hal tersebut tidak mengurangi kemuliaan-Ku sedikitpun”[17]

Ibadah Itu Duplikasi Bukan Inovasi

Allah-lah yang menentukan, suatu perbuatan itu ibadah atau bukan. Mari kita ambil contoh, puasa misalkan, puasa adalah sebuah ibadah yang agung, tapi ketika ibadah agung yang bernama puasa ini dilakukan pada hari raya Idul Fitri, maka ibadah yang agung ini tidak lagi menjadi ibadah. Bahkan orang tadi telah melakukan dosa yang sangat besar. Karena telah melanggar larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْأَضْحَى، وَيَوْمِ الْفِطْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari puasa dua hari, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha” [18]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, disini hanyalah penyampai syariat dari Allah subhanahu wata’ala. Bukan pembuat syariat. Dan tidak mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mensyariatkan dari dirinya sendiri tanpa perizinan dari Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu Allah pernah berfirman :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” [19]

Allah-lah Yang Memudahkan Kita Untuk Beribadah

Merupakan sebuah nikat yang sangat besar adalah seorang dimudahkan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan semuanya karena taufik dan hidayah dari Allah.

وَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا، وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا

“Demi Allah, seandainya bukan karena Allah, tidak mungkin kami mendapatkan petunjuk, tidak mungkin kami bersedekah serta tidak mungkin kami mendirikan shalat” [20]

Allahlah yang menerangkan kita jalan kebaikan, dan menggerakkan hati kita untuk mengikutinya.

Dua hal ini, Allah satukan dalam ayat-Nya :

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Allah mengajak (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)” [21]

Kata ”mengajak” yang merupakan arti dari kata (يَدْعُو إِلَى) dan kata “menunjuki” merupakan arti dari kata (يَهْدِي).
Juga pada firman Allah ta’ala pada ayat dibawah ini :

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” [22]

Juga firman Allah ta’ala :

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“Tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,”

Bahkan penduduk surga nantinya akan mengatakan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk” [23]

Pahala Terhadap Ibadah Adalah Karena Kemurahan Allah saja

Pahala ibadah itu bukanlah hak bagi seorang yang beribadah. Tapi itu adalah kemurahan Allah yang Ia anugerahkan kepada orang-orang yang taat kepada-Nya.
Dan kaidah Ahlussunnah dalam permasalahan ini teringkas dalam dua point :

1. Pahala ibadah itu murni karunia Allah, yang telah Ia wajibkan atas dirinya sendiri

2. Ibadah adalah sebab tergapainya pahala

3. Dan memberi pahala adalah hak Allah

Dan jangan sampai salah faham, bahwa ibadah dan pahala itu seperti perdagangan. Jangan sampai ada yang merasa bahwa amalan dan ibadahnya itu berhak mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Tapi ibadah adalah sebab untuk menggapai pahala.

Dan pahala ini adalah hak Allah. Bukan kewajiban Allah atas hamba yang telah beribadah. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan :

لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الجَنَّةَ

“Tidak akan ada seorangpun yang masuk surga karena amalannya”

قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

Para sahabat berkata : “Engkau juga seperti itu ya Rasulullah ?”

قَالَ: ” لاَ، وَلاَ أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَلاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ: إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ

“Ya saya juga seperti itu, hanya saja Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya padaku, oleh karena itu, berjalanlah dijalan yang lurus, dan istiqamahlah. Serta jangan sampai ada seorangpun yang berharap kematian,
Jika ia orang baik, semoga amalnya bertambah, dan jika ia orang yang buruk semoga ia bisa bertaubat” [24]

Ibadah Itu Bertingkat-tingkat Keutamaannya

Ibadah yang satu bisa lebih utama dari ibadah yang lainnya, bagaimana cara mengetahui hal tersebut ?
Ada tiga parameter :

1. Seberapa besar kecintaan Allah padanya

Karena kecintaan Allah subhanahu wata’a terhadap ibadah berbeda-beda. Memang semua ibadah itu semuanya dicintai Allah, akan tetapi sebagiannya lebih dicintai.

Contohnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ

“Shalat (malam) yang paling dicintai Allah adalah shalat (malam) yang seperti shalatnya Nabi Dawud dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah, adalah puasa Nabi Dawud” [25]

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah menyampaikan :

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا، وَإِنْ قَلَّ

“Jenis amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling istiqamah dalam pengerjaannya” [26]

2. Jenis Perintah

Ketika perintah Allah untuk melaksanakan ibadah ini semakin kuat, semakin ditekankan, maka semakin utama

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

“Tidak ada amalan yang lebih utama, yang dipakai oleh seorang hamba untuk mendekatkan dirinya kepada-Ku dari pada amalan yang telah diwajibkan” [27]

Dari sini, kewajiban itu lebih utama dari pada ibadah sunnah.

3. Besar Kecilnya Pahala

Semakin besar pahala, maka ibadah tersebut lebih utama dari yang lainnya.

Referensi

  1. Al-Mu’jam Al-Wasith, 2/579
  2. Asyru Qawaid Fii Al-Ibadah, Prof. Dr. Shahih As-Sindi hafidhahullah ta’ala
  3. HR. Muslim 2744
  4. QS. Al-Baqarah 183
  5. QS. Ghafir 60
  6. HR. Al-Bukhari 37, 2009, Muslim 759
  7. HR. Muslim 728
  8. HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrod 658, At-Tirmidzi 3373, Ibnu Majah 3827
  9. HR. Al-Hasyr 9
  10. HR. Muslim 2734
  11. Syarah Tsalatsatul Ushul, Syaikh Shalih alu Syaikh
  12. QS. An-Nazi’at 40-41
  13. HR. Abu Dawud 4800 dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani rahimahullah ta’ala
  14. HR. Al-Bukhari dan Muslim
  15. QS. Adz-Dzariyat : 56
  16. QS. Adz-Dzariyat 57-58
  17. HR. Muslim 2577
  18. HR. Muslim 1138
  19. QS Asy Syura 21
  20. HR. Al-Bukhari 4104 dan Muslim 1802
  21. QS. Yunus : 25
  22. QS. Al-Hujurat 17
  23. QS. Al-A’raf 43
  24. HR. Al-Bukhari no 5673
  25. HR. Al-Bukhari no 1131 dan Muslim 1159
  26. HR. Al-Bukhari 5861 dan Muslim no 783
  27. HR. Al-Bukhari no 6502