Ijmak

Ijmak atau ijma’ (الاجماع)  adalah kesepakatan para ulama dalam permasalahan agama. Ijma’ memiliki posisi yang penting sebagai salah satu dalil dalam permasalahan agama selain Al-Quran, Hadits, dan Qiyas.

Definisi

Secara bahasa

Secara bahasa ijma’ berarti Al-‘Azmu (tekad) dan Al-Ittifaq (kesepakatan).

Secara Istilah

Secara istilah, para ulama mendefinisikan ijma’ sebagai:

   اِتِّفَاقُ مُجْتَهِدِي هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حُكْمٍ شَرْعِيٍّ  

Kesepakatan ulama mujtahid umat ini sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sebuah hukum syar’i.

Penjelasan Definisi

“Kesepakatan” / اتفاق, definisi ini mengeluarkan perkara yang ada perbedaan pendapat walaupun hanya satu orang yang berbeda pendapat.

“Ulama mujtahid” / مجتهدي, definisi ini mengeluarkan orang-orang awam maupun muqallid. Kesepakatan atau perbedaan pendapat di antara orang awam ataupun muqallid tidak berpengaruh kepada ijma’.

“Umat ini” / هذه الأمة , definisi mengeluarkan orang-orang selain umat ini. Kesepakatan selain umat Islam, tidak diperhitungkan sebagai ijma’.

“Sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” / بعد النبي صلى الله عليه وسلم , kesepakatan yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah ijma’, tapi merupakan sebuah dalil yang hukumnya setara dengan hadits. Misalnya ada sahabat Nabi yang berkata, “Dahulu kami melakukan ini dan itu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tentang sebuah hukum syar’i” / على حكم شرعي, tidak termasuk ijma’ apabila para ulama mujtahid sepakat tentang sebuah hukum akal atau hukum kebiasaan karena pembahasan tentang ijma’ adalah mengenai hukum syariat.

Dalil Penggunaan Ijma’ Sebagai Hujjah

Umat Islam adalah saksi

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)-mu. [1]

Umat Islam akan menjadi saksi baik atas amal mereka maupun hukum dari amal mereka. Sebagai saksi (kesepakatan umat Islam), pasti diterima.

Jika berselisih maka dikembalikan kepada Allah dan Rasul

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ 

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya). [2]

Jika terjadi perbedaan pendapat antara umat , disuruh untuk mencari dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tidak ada perbedaan pendapat, maka itu menunjukkan bahwa itu adalah kebenaran.

Umat tak akan sepakat dalam kesesatan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

 لَا تَجْتَمِعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ

Umat ini tak akan sepakat atas kesesatan. [3]

Dalil logika

Umat ini bisa jadi bersepakat dalam kebenaran atau kebatilan. Jika umat bersepakat dalam kebenaran, maka itulah hal yang benar. Jika umat bersepakat dalam kebatilan, hal ini tidak mungkin terjadi karena pasti akan ada yang menentangnya. Maka jika umat ini telah sepakat, itu menunjukkan bahwa kesepakatan tersebut adalah kebenaran. [4]

Referensi

  1. QS. Al-Baqarah : 143
  2. QS. An-Nisaa : 59
  3. HR. At-Tirmidzi dalam kitab sunannya no. 4253 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, 3/319.
  4. Al-Ushul min Ilmil-Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin