Ilmu

Definisi

Ilmu (العلم) artinya mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya dengan pengetahuan yang pasti. Ilmu merupakan lawan dari kata bodoh (الجهل). Dalam literatur Islam, kata Ilmu banyak merujuk kepada Ilmu Agama Islam atau Ilmu Syar’i (العلم الشرعي) .
Adapun Ilmu Syar’i artinya Ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa petunjuk dan penjelasan.[1]

Keutamaan Ilmu Agama

Ada banyak keutamaan Ilmu Agama dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Di antaranya:

Ilmu Agama Warisan Para Nabi

Para Nabi mewarisi ilmu syar’i yang merupakan cahaya yang menerangi umatnya. Ilmu tersebut diwarisi kepada para sahabat Nabi, kemudian kepada para ulama di setiap generasi setelahnya.

Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewarisi dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewarisi ilmu. Siapa yang mengambil warisan tersebut maka dia mendapatkan keuntungan yang besar”. [2]

Ilmu Agama Akan Kekal

Ilmu agama kekal pahalanya bagi orang yang memiliki dan menyebarkannya. Orang yang berilmu dan menyebarkannya namanya selalu disebut-sebut walaupun orangnya sudah wafat ribuan tahun yang lalu. Demikian pula pahalanya akan mengalir kepadanya terus walaupun dia sudah tidak ada.

Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila anak Adam wafat, amalannya terputus kecuali 3 perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak salih yang mendoakan kedua orangtuanya” [3]

Keutamaan Orang Yang Berinteraksi Dengan Ilmu Agama

Selain ilmu agama sendiri adalah suatu hal yang mulia. Orang yang berinteraksi dengan ilmu agama juga mendapatkan kemuliaan tersebut, baik yang mencarinya, yang memilikinya, yang menyebarkannya maupun yang mengamalkannya. Di antara keutamaan tersebut adalah:

Pencari Ilmu Agama, Lancar Jalannya Menuju Surga

Seorang yang memiliki ilmu agama akan lebih mudah menggapai surga dengan ilmu yang dimilikinya. Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allāh akan memudahkan jalannya menuju surga“ (HR Muslim)

Pemilik Ilmu Agama Menjadi Saksi Keesaan Allāh 

Allāh ta’ala berfirman:

شَهِدَ اللَّـهُ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Allāh menyaksikan bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyaksikan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [4]

Bahkan para pemilik ilmu tersebut disandingkan dengan Allāh dan para malaikat-Nya dalam hal persaksian akan keesaan Allāh ta’ala.

Pemilik Ilmu Agama Diangkat Derajatnya

Allāh ta’ala berfirman:

يَرْفَعِ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. [5]

Allāh akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu di dunia dan di akhirat sesuai dengan ilmu yang diamalkannya dan didakwahkannya.

Orang Berilmu Bisa Memberi Petunjuk Untuk Kemaslahatan Dunia & Akhirat

Dalam sebuah hadits yang menceritakan kisah taubatnya seorang pemuda pembunuh 100 orang di zaman Bani Israil, disebutkan bagaimana pemuda tersebut bisa bertaubat dan hidupnya berakhir dalam keadaan husnul khatimah setelah mendapatkan petunjuk dari orang berilmu. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Sa’id al Khudri radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu sehingga genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Pergilah dari tempat lamamu ke tempat baru yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allāh Ta’ala, maka sembahlah Allāh bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allāh ”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” [6]

Referensi

  1. Kitabul Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
  2. HR Abu Dawud & Tirmidzi
  3. HR Muslim
  4. QS Ali Imran: 18
  5. QS al Mujaadalah: 11
  6. HR Bukhari & Muslim