Imam Syafi’i
Imam Syafi’i
Nama dan Nasab beliau[1]
Beliau adalah al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Ubaid bin Abdillah bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Mutthalib bin Abdu Manaf bin Qushai al-Qurasyi al-Mutthalib as-Syafi’i. Bertemu nasabnya dengan Rasulullah ﷺ pada Abdu Manaf bin Qushai. Imam Syafi’I dari Quraisy dengan kesepakatan ulama dari setiap golongan. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita dari kabilah Azd dari Yaman. [2]
Kelahiran Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 150 H di Ghazzah. Dan itu adalah tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Sebagian ulama mengatakan “ itu adalah isyarat bahwa Imam Syafi’i akan menggantikan posisi Imam Abu Hanifah dalam masalah ilmu.” Dan ada yang mengatakan bahwa beliau lahir di hari wafatnya Abu Hanifah, tetapi penetapan hari ini tidaklah benar. [3]
Ada juga yang mengatakan beliau lahir di Asqalan yang mana kedua kota ini (Ghazzah dan Asqalan) termasuk dua kota suci yang diberkahi, karna keduanya dekat dengan Baitul Maqdis. [3] Hal ini tidak bertentangan karna Ghazzah dan Asqalan itu berdekatan, Ghazzah itu desanya sedangkan Asqalan itu kotanya. [4]
Pertumbuhan Beliau
Ketika imam Syafi’i masih kecil, ayahandanya meninggal dunia, kemudian dia dibawa oleh ibunya ke Mekkah dan tumbuh di Mekkah. Ibunda imam Syafi’i adalah seorang wanita yang berilmu. Ada kisah menarik berkaitan dengan kecerdasannya. Dikisahkan bahwa suatu ketika ibunda Imam Syafi’i diminta oleh sang hakim untuk menjadi saksi di pengadilan. Ia lantas menghadap qadhi dengan mengajak salah seorang teman wanitanya untuk ikut bersaksi. Setibanya di pengadilan, hakim itu berkata, “ yang boleh bersaksi kamu saja, temanmu tidak boleh.” Ibunda Imam Syafi’i berkata,” anda tidak boleh berkata seperti itu, sebab Allah berfirman (yang artinya) ,’ jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang mengingatkannya.’ (QS.al-Baqarah(2):282).” Maka sang hakim diam seribu bahasa mengakui kehebatan dan kecerdasan ibunda Imam Syafi’i. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Tawali Ta’sis halaman 41 setelah membawakan kisah ini ,” Ini adalah fiqih yang menakjubkan dan cara pengambilan dalil yang sangat kuat.” Imam Syafi’i hafal al-Quran pada usia 7 tahun, hafal kitab Muwathta’ ketika beliau berusia 10 tahun. Beliau memilki perhatian yang lebih pada bahasa Arab dan Syair, pernah tinggal di kabilah Hudzail selama 10 tahun untuk mempelari dialek-dialek bahasa Arab. [5]
Sifat-Sifat dan Akhlak Beliau
Beliau adalah seorang yang berparas tampan, berkulit putih, berperawakan tinggi besar berwibawa. Dikenal dengan kedermawanannya dan kebaikan niat dan ikhlasnya. [6] Beliau memiliki akhlak yang lembut dan mulia. Hal ini dapat diketahui dengan perkataan-perkataan beliau yang dalam dan akhlak beliau ketika menghadapi orang–orang yang tidak suka dengan beliau. Imam Syafi’i menekankan dan menyeru kepada akhlak yang mulia. Beliau pernah berkata :
زِيْنَةُ الْعُلَمَاءِ التَّقْوَى وَ حِلْيَتُهُمْ حُسْنُ الْخُلُقِ وَ جَمَالُهُمْ كَرَمُ النَّفْسِ
”Perhiasan ulama adalah taqwa, mahkota mereka adalah akhlak yang indah, dan keindahan mereka adalah kedermawanan.” [7]
Imam Syafi’i adalah seorang ulama yang banyak melakukan dialog dan pandai berdialog. Harun bin Sa’id pernah mengungkapkan akan kecerdasan imam syafi’i ketika berdialaog, beliau mengatakan, “Seandainya Syafi’i berdebat untuk mempertahankan pendapat bahwa tiang yang pada aslinya terbuat dari besi adalah terbuat dari kayu niscaya dia akan menang , karena kepandaiannya dalam berdebat.” [8]
Beliau berdialog baik dengan lawan ataupun kawan, semuanya dalam rangka saling nasihat dan mencari kebenaran, bukan kemenangan. Inilah suatu adab yang mulia dalam dialog yang seharusnya kita perhatikan bersama, apalagi akhir akhir ini semakin marak dialog dan debat di sana sini yang hal ini akan menyebabkan banyak terjadi perpecahan, kedengkian dan permusuhan. Kita berlindung kepada Allah dari semua itu.
Imam Syafi’i pernah berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ عَلَى الْغَلَبَةِ
“Saya tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan” [9]
Beliau juga berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلاَّ أَحْبَبْتُ أَنْ يُوَفَّقَ وَ يُسَدَّدَ وَ يُعَانَ وَ يَكُوْنُ عَلَيْهِ رِعَايَةٌ مِنَ اللّٰهِ وَ حِفْظٌ وَ مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلاَّ وَ لَمْ أُبَالِ بَيَّنَ اللّٰهُ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِيْ أَوْ لِسَانِهِ
“Tidaklah saya berdebat kecuali saya berharap agar lawan debatku diberi taufik dan diberi pertolongan dan dijaga oleh Allah. Dan tidaklah saya berdebat kecuali saya tidak menghiraukan apakah Allah menampakkan kebenaran lewat lisanku atau lisannya” [10]
Maha suci Allah, akhlaq beliau tersebut menunjukkan akan mulia dan lembutnya diri beliau. Berakhlak baik menghadapi lawan merupakan akhlak indah yang jarang orang bisa menerapkannya, namun imam Syafi’i termasuk ulama yang mampu menahan dirinya dari sikap emosi dan beliau mampu bersikap arif.
Imam Syafi’i pernah berkata ketika dicela dan kehormatannya dihina oleh lawannya:
قُلْ بِمَا شِئْتَ فِيْ مَسَبَّةِ عِرْضِيْ فَسُكُوْتِيْ عَنِ اللَّئِيْمِ جَوَابُ
مَا أَنَا عَادِمُ الْجَوَابِ وَ لَكِنْ مَا مِنَ الْأُسُدِ أَنْ تُجِيْبَ الْكِلاَبَ
Berkatalah sesukamu untuk menghina kehormatanku
Diamku dari orang hina adalah suatu jawaban
Bukan berarti saya tidak memiliki jawaban tetapi
Tidak pantas singa meladeni anjing [11]
يُخَاطِبُنِيْ السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُحِيْبًا
يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حِلْمًا كَعُوْدٍ زَادَهُ الْاِحْرَاقُ طِيْبًا
Imam Syafi’i juga pernah mengatakan:
orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek
maka saya tidak ingin menjawabnya
dia bertambah pandir dan saya bertambah lembut
seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi [12]
Maha suci Allah, demikianlah akhlaq yang indah dari seorang ulama yang hendaknya kita berusaha untuk menirunya.
Guru-guru Beliau
Diantara guru-guru beliau yang terkenal adalah:
1. Imam Malik bin Anas
2. Muhammad bin Hasan asy-Syaibani
3. Sufyan bin Uyainah, Fudhail bin Iyadh
4. Ismail bin Ulayyah, dan sebagainya. [13]
Murid-murid Beliau
Diantara murid-murid beliau yang terkenal adalah :
1. Imam Ahmad bin Hambal
2. Al-Humaidi,
3. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam
4. Al-Muzani
5. Rabi’ bin Sulaiman,
6. Abdullah bin Abdul Hakam,
7. Yusuf al-Buwaithi, dan sebagainya. [13]
Karya-karya Beliau
Diantara karya-karya beliau yang popular adalah:
1. Al-Umm
2. Ar-Risalah
Ini adalah kitab ushul fiqih yang pertama kali. Muridnya, al-Muzani berkata: “ saya membaca kitab ar-risalah karya asy-Syafi’i sejak lima tahun yang lalu, setiap kali aku membacanya saya mendapatkan faedah baru yang belum aku dapatkan sebelumnya.” [14]
3. Jima’ul ‘Ilmi
4. Ibthalul Istihsan
5. Ahkamul Quran
Muridnya, Rabi’ berkata: “ tatkala syafi’i ingin menulis karyanya Ahkamul Quran, maka beliau membaca al-Quran sebanyak seratus kali, selain dari pelajaran.” [14]
6. Dan sebagainya. [15]
Pujian Ulama kepada Beliau
Kita telah mengetahui kecerdasan dan kepandaian imam syafi’i yang sulit ada bandingannya pada zaman beliau. Oleh karna itu sangatlah wajar banyak para ulama memuji beliau. Diantara pujian ulama tersebut kepada beliau diantaranya:
Abu Ubai
Abu ubai berkata:” aku tidak pernah melihat orang yang lebih fasih, lebih cerdas, dan lebih menakjubkan daripada Imam Asy-Syafi’i
Abu Tsaur
Abu tsaur berkata, “kami tidak pernah melihat orang seperti asy-Syafi’i dan dia belum pernah melihat orang seperti dirinya
Dawud bin li Azh-Zhahiri
Dawud bin Ali azh-Zhahiri berkata:” Asy-Syafi’i memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak pernah terkumpul pada selain dia, berupa kemuliaan nasab, keshahihan agama dan aqidahnya, kemurahannya, pengetahuannya (tentang) shahih dan lemahnya hadits, nasikh dan mansukhnya, hafalannya terhadap kitab, sunnah dan siroh khulafa dan bagusnya susunan tulisan-tulisannya
Muhammad bin Dawud
Muhammad bin Dawud berkata: “Tidak pernah dinukil dari seluruh masa hidup asy-Syafi’i bahwa dia mengucapkan kebid’ahan sedikitpun, tidak pernah dinisbahkan satu pun kebid’ahan kepadanya, dan tidak pernah dikenal berbuat bid’ah, justru beliau sangat membenci ahli kalam dan ahli bid’ah. [16]
Pedoman Imam Syafi’i dalam beragama
Imam as-Syafi’i dikenal sebagai seorang ulama yang berbegang teguh terhadap agama Allah dan senantiasa berjalan berdasarkan tuntunan yang ajarkan oleh rasulullah ﷺ dan pemahaman para sahabat nabi ﷺ. Hal ini tampak dengan jelas dalam kitab-kitab beliau dan perkataan-perkataan beliau. Diantara prinsip imam as-Syafi’i dalam beragama adalah sebagai berikut:
Imam syafi’i berpedoman pada Al-Quran dan hadits sesuai dengan pemahaman para sahabat nabi ﷺ dan melarang taqlid buta
Imam Syafi’i berkata :
وَ لَمْ يَجْعَلِ اللّٰهُ لِأَحَدٍ بَعْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ أَنْ يَقُوْلَ إِلاَّ مِنْ جِهَةِ عِلْمٍ مَضَى قَبْلَهُ وَ جِهَةُ الْعِلْمِ بَعْدُ الْكِتَابُ وَ السُّنَّةُ وَ الْإِجْمَاعُ وَ الْآثَارُ وَمَا وَصَفْتُ مِنَ الْقِيَاسِ عَلَيْهَا
“ Allah tidak memberikan kesempatan bagi seorangpun selain Rasulullah ﷺ untuk berbicara soal agama kecuali berdasarkan ilmu yang telah ada sebelumnya, yaitu kitab, sunnah, ijma’, atsar para sahabat dan qiyas (analogi) yang telah kujelaskan maksudnya.” [17]
Imam Syafi’i juga pernah berkata:
كُلُّ مُتَكَلِّمٍ عَلَى الْكِتَابِ وَ السُّنَّةِ فَهُوَ الْجِدُّ، وَ مَا سِوَاهُمَا فَهُوَ هَذَيَانُ
“ Setiap orang yang berbicara berdasarkan al-Quran dan Sunnah maka dia sungguh-sungguh. Adapun selain keduanya, maka dia mengigau.” [18]
Imam Syafi’i juga melarang sifat taklid buta kepada seseorang bahkan kepada dirinya sendiri. Beliau memerintahkan kita agar senantiasa mengikuti dalil. Beliau berkata:
كُلُّ مَا قُلْتُ فَكَانَ مِنْ رَسُوْلِ اللّٰهِ خِلاَفُ قَوْلِيْ مِمَّا صَحَّ، فَهُوَ أَوْلَى، وَ لاَ تَقَلِّدُوْنِيْ
“Setiap apa yang aku katakan lalu ada hadits shahih dari Rasulullah ﷺ yang menyelisihi ucapanku maka hadits tersebut lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taklid kepadaku.” [19]
Imam Syafi’i juga berkata:
إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ، وَ إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ ، فَاضْرِبُوْا بِقَوْلِيْ الْحَائِطَ
“Apabila ada hadits shahih maka itulah madzhabku dan apabila ada hadits shahih maka lemparlah ucapanku ke tembok.” [20]
Demikianlah prinsip –prinsip imam Syafi’yang sangat teguh terhadap al-Quran dan Sunnah Nabi berdasarkan pemahaman para sahabat nabi ﷺ. Beliau berpedoman pada Al-Quran dan hadits sesuai dengan pemahaman para sahabat nabi ﷺ dan melarang taqlid buta
Imam Syafi’i mengagungkan para sahabat nabi
Imam Syafi’i pernah berkata kepada muridnya :
لاَ تَخُوْضَنَّ فِيْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ فَإِنَّ خَصْمَكَ النَّبِيُّ غَدًا
“Jangan engkau mencela para sahabat Rasulillah ﷺ , karena musuhmu kelak adalah Nabi.” [21])
Imam Syafi’i juga berkata :
مَا رَأَى النَّاسَ ابْتُلُوْا بِشَتْمِ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللّٰهِ إِلاَّ لِيَزِيْدَهُمُ اللّٰهُ ثَوَابًا عِنْدَ انْقِطَاعِ عَمَلِهِمْ
“Menurutku, tidaklah manusia diberi kesempatan untuk mencela para sahabat rasulullah kecuali agar Allah menambah pahala mereka dengan celaan tersebut ketika amal mereka telah terputus.” [22])
Imam Syafi’i lebih mendahulukan dalil daripada akal
Imam Syafi’i pernah menegaskan:
إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya akal itu memiliki batas sebagaimana pandangan mata juga memiliki batas” [23])
Imam syafi’i juga berkata:
مَتَى رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللّٰهِ حَدِيْثًا صَحِيْحًا وَ لَمْ آخُذْ بِهِ، فَأُشْهِدُكُمْ أَنَّ عَقْلِيْ قَدْ ذَهَبَ
“Kapan saja saya meriwayatkan sebuah hadits shahih dari Rasulullah ﷺ kemudian saya tidak mengambilnya, maka saksikanlah dan sekalian jama’ah bahwa akalku telah hilang.” [24]
Imam syafi’i tidak beragama dengan ilmu kalam
“Ilmu kalam” disebut dengan ilmu kalam karena ilmu ini hanyalah dibangun di atas ucapan, pendapat, logika semata, dan tidak dibangun diatas dalil al-Quran dan Sunnah yang shahih. Ilmu kalam sangat terpengaruh dengan ilmu mantik dan filsafat Yunani yang muncul berabad-abad sebelum datangnya islam. Dan Imam Syafi’i tidak pernah beragama dengan ilmu kalam, bahkan beliau tidak menyukai ilmu kalam.
Imam Syafi’i berkata:
الْعِلْمُ بِالْكَلاَمِ جَهْلٌ
“Mempelajari ilmu kalam adalah kejahilan (kebodohan).” [25]
Imam Syafi’i juga berkata:
حُكْمِ فِيْ أَهْلِ الْكَلاَمِ أَنْ يُضْرَبُوْا بِالْجَرِيْدِ، وَ يُحْمَلُوْا عَلَى الْإِبِلْ، وَ يُطَافُ بِهِمْ فِيْ الْعَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِمْ: هَذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الْكِتَابَ وَ السُّنَّةَ وَ أَقْبَلَ عَلَى الْكَلاَمِ
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia dikelilingkan ke kampong seraya dikatakan kepada khalayak: inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Quran dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.” [26])
Dan masih banyak lagi prinsip-prinsip imam Syafi’i dalam beragama yang semuanya berporos pada keteguhan beliau mengikuti al-Quran hadits sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi ﷺ
Wafatnya Beliau
Setelah perjalanan hidup yang penuh dengan ilmu dan dakwah, Allah mewafatkan Imam Syafi’i di Mesir pada Malam Jum’at setelah Maghrib dan dikubur setelah Sholat Ashar pada hari Jum’at akhir Rajab tahun 204 H pada usia 54 tahun. Semoga Allah merahmati beliau dan memasukkannya ke surga. Aamiin. [27]
Referensi
- Manhaj Salafy Imam Syafi’i – Prinsip-Prinsip Imam Syafi’i Dalam Beragama” oleh Abu Ubaidah as-Sidawiy ⤴
- Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab 1/30 oleh an-Nawawi dalam manhaj salafi imam syafi’I hal. 19-20 ⤴
- Al-Majmu’ 1/31 oleh an-Nawawi dalam manhaj salafi imam syafi’I hal. 20 ⤴ ⤴
- Tawali Ta’sis hal.51 oleh Ibnu Hajar dalam manhaj salafi imam syafi’I hal. 20 ⤴
- Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 20-21 ⤴
- Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 20 ⤴
- Tawali Ta’sis halm.135 oleh Ibnu hajar dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 147 ⤴
- Manaqib Aimmah Arba’ah hlm.109 oleh Ibnu Abdil Hadi dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 148 ⤴
- Tawali Ta’sis halm.113 oleh ibnu hajar Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 148 ⤴
- Tawali Ta’sis halm.104 oleh Ibnu Hajar dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 148 ⤴
- Diwan as-Syafi’I hlm.44 dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 149 ⤴
- Diwan as-Syafi’I hlm.156 dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 149 ⤴
- Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 21 ⤴ ⤴
- Manaqib Syafi’I halm. 114 oleh al-burri dalam Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 23 ⤴ ⤴
- Manhaj salafiy Imam Syafi’I hal. 23 ⤴
- Lihat Tawali Ta’sis hlm.74-104 oleh Ibnu Hajar ⤴
- Ar-Risalah halm.508 dalam manhaj salafiy imam syafi’I hal.30 ⤴
- Tawali Ta’sis halm. 110 oleh Ibnu Hajar dalam manhaj salafiy imam syafi’I hal.30 ⤴
- Hilyatul Auliya’ 9/106-107 oleh Abu Nu’aim dalam manhaj salafiy imam syafi’I hal.111 ⤴
- Siyar A’lam Nubala’ 5/35 oleh adz-dzahabi dan al-majmu’ 1/63 oleh an-Nawawi. Lihat manhaj salafiy imam syafi’I hal.112 ⤴
- Risalah baghdadiyyah yang diriwayatkan oleh Hasan bin Muhammad az-Za’farani, sebagaimana dinukil oleh al-Baihaqi dalam Manaqib Syafi’I 1/442 dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in 1/30-31-tahqiq Syaikh Masyhur Hasan. (Lihat manhaj salafi imam Syafi’I hal.33 ⤴
- Manaqib Imam Syafi’I hal. 120 oleh al-Aburri dan Manaqib Syafi’I 1/441 oleh al-baihaqi (Lihat manhaj salafi imam Syafi’I hal.34 ⤴
- Adab Syafi’I hal.271 oleh Ibnu Abi Hatim, Tawali Ta’sis halm. 134 oleh Ibnu Hajar (Lihat manhaj salafi imam Syafi’I hal.37 ⤴
- Al-Faqih wal Mutafaqqih 1/389 oleh al-khathib al-baghdadi dalam manhaj salafi imam Syafi’I hal.55 ⤴
- Hilyatul Auliya’ 9/111 dalam manhaj salafi imam Syafi’I hal.39 ⤴
- Manaqib Syafi’I al-baihaqi 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu hajar hlm.111, Syaraf Ashhabil Hadits al-khathib al-baghdadi hlm.143. Imam adz-dzahabi berkata dalam siyar A’lam Nubala’ (3/3283), “ ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’I” (lihat manhaj salafiy imam syafi’I hal.40 ⤴
- Manhaj salafiy imam syafi’I hal.23 ⤴