Iman kepada Allah
Iman kepada Allah adalah pokok keimanan yang paling penting, paling agung, dan paling tinggi kedudukannya. Bahkan dia adalah pokok keimanan yang paling mendasar dan menjadi fondasi bangunannya. Sedangkan pokok keimanan yang lain bercabang darinya, kembali kepadanya dan dibangun di atasnya. [1]
Definisi Iman kepada Allah
Iman kepada Allah adalah sikap pembenaran yang kuat akan adanya Allah, dan bahwa Dia memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan keagungan, dan bahwa hanya Dia semata yang berhak untuk diibadahi. Yang hal itu menjadikan hati merasa tenang sehingga pengaruh baiknya nampak pada perilaku seseorang, dan dalam sikapnya menetapi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Iman kepada Allah adalah fondasi dan inti dari akidah Islam. Maka iman kepada Allah adalah pokok yang paling utama sedangkan rukun-rukun akidah lainnya disandarkan dan mengikuti kepadanya. [2]
Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah– menjelaskan tentang iman kepada Allah dengan perkataannya :
(Iman kepada Allah) adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan penguasa segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta dan pengatur alam semesta, dan Dialah satu-satunya yang berhak diibadahi, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa semua sesembahan selain Dia adalah batil, peribadahan kepadanya juga batil. Allah ta’ala berfirman,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [3]
Dan (juga meyakini dengan kuat) bahwa Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan, suci dari berbagai kekurangan dan aib. Dan inilah tauhid dengan tiga macamnya: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Shifat. [4]
Kandungan Iman kepada Allah
Dari pengertian Iman kepada Allah di atas, maka Iman kepada Allah mengandung empat hal penting yang wajib diimani agar Iman kepada Allah ini benar-benar terwujud. Empat hal tersebut adalah:
- Mengimani wujud atau adanya Allah.
- Mengimani keesaan Allah dalam rububiyah-Nya (Tauhid Rububiyah).
- Mengimani keesaan Allah dalam uluhiyah-Nya (Tauhid Uluhiyah).
- Mengimani keesaan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat Nya (Tauhid Asma wa Shifat).
Mengimani akan adanya Allah
Keimanan akan adanya Allah sesungguhnya telah Allah tanamkan pada hati dan fitrah setiap manusia. Orang yang mengingkarinya bisa dipastikan mengingkari karena kesombongan.
Sebagaimana sikap Fir’aun yang mengingkari ayat-ayat Allah,
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” [5]
Dan meski Allah Allah telah menanamkan keyakinan ini pada hati dan fitrah manusia, Allah masih menggugah akal manusia untuk berpikir akan keberadaan Allah yang menciptakan alam semesta, agar semakin kuat kebenaran ini dengan ditopang oleh dalil akal. Allah berfirman,
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu (pencipta) pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” [6]
Dalam ayat ini Allah mengajak manusia berpikir akan keberadaan dirinya di dunia ini dengan dua pertanyaan:
Pertama, apakah keberadaan mereka di dunia adalah secara tiba-tiba tanpa ada yang mencipta?
Kedua, apakah keberadaan mereka di dunia karena mereka menciptakan diri mereka sendiri?
Akal sehat pasti akan menjawab dua pertanyaan itu dengan kata “tidak mungkin”.
Akal tidak akan menerima apabila dikatakan tentang suatu istana megah yang penuh dengan keindahan bahwa istana tersebut berdiri sendiri tanpa ada yang membangunnya. Maka demikian halnya seluruh makhluk ini dengan berbagai macam jenisnya dan dengan keteraturan yang begitu mengagumkan ini, tidak mungkin ada secara tiba-tiba tanpa pencipta.
Akal juga tidak akan menerima apabila sesuatu yang tidak ada mampu untuk mengadakan dirinya sendiri. Ini adalah perkara yang sangat mustahil. Sesuatu yang tidak ada, pasti tidak memiliki sifat dan kemampuan, sedangkan mewujudkan sesuatu perlu adanya kekuatan, ilmu, kehendak dan kemampuan. Maka sangat jelas tidak mungkin apabila makhluk itu menciptakan dirinya sendiri.
Dengan demikian tidak ada pilihan lain melainkan akal pasti mengakui dan menetapkan keberadaan Sang pencipta. [7]
Mengimani keesaan Allah dalam rububiyah-Nya
Mengimani keesaan Allah dalam rububiyah-Nya sering disebut juga dengan istilah Tauhid Rububiyah. (Lihat artikel tentang Tauhid)
Mengimani keesaan Allah dalam uluhiyah-Nya
Mengimani keesaan Allah dalam uluhiyah-Nya sering disebut juga dengan istilah Tauhid Uluhiyah. (Lihat artikel tentang Tauhid)
Mengimani keesaan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat Nya (Tauhid Asma wa Shifat)
Dan mengimani keesaan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat Nya sering disebut juga dengan istilah Tauhid Asma wa Shifat. (Lihat artikel tentang Tauhid)
Buah Iman kepada Allah
Iman kepada Allah akan menumbuhkan buah keimanan yang cukup banyak sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran maupun Sunnah. Di antara buah keimanan itu adalah: [8]
Membuahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Maka siapa saja yang mencari kebahagiaan, tidak ada lagi jalan baginya untuk mencapai kebahagiaan ini kecuali dengan beriman kepada Allah.
Hal ini sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [9]
Maka kehidupan yang baik di dunia dan akhirat akan tergapai dengan iman kepada Allah dan amal saleh.
Senantiasa ditolong dan dilindungi oleh Allah
Maka siapa saja yang ingin diberi pertolongan oleh Allah, hendaknya dia mewujudkan keimanan kepada Allah. Allah berfirman,
وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“dan Allah adalah wali bagi semua orang-orang yang beriman.” [10]
Yakni, Allah adalah penolong orang-orang yang beriman.
Masuk ke dalam surga dan melihat kepada Allah
Dan masuk ke dalam surga akan terwujud dengan mewujudkan keimanan kepada Allah. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَّهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” [11]
Mendapatkan keteguhan dan kekuasaan di muka bumi
Allah berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [12]
Maka barangsiapa ingin mendapatkan kekuasaan dan keteguhan di muka bumi ini, dia harus mewujudkan keimanan kepada Allah.
Memperoleh keamanan dan petunjuk yang sempurna
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [13]
Referensi
- Ushulul Iman, karya Majmu’ah minal Ulama, hlm. 9. ⤴
- Al-Wajiz fii Aqidatis Salaf ash-Shalih, hlm. 31. ⤴
- QS. Al-Hajj: 62. ⤴
- Al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hlm. 1/17. ⤴
- QS. An-Naml: 14. ⤴
- QS. Ath-Thur: 35-36. ⤴
- Hushul al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Abdullah Al-Fauzan, hlm. 28-29. ⤴
- Durus Muhimmah li ‘Aammatil Ummah fil Aqidah, Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Shadiq an-Najjar, hlm. 14-16. ⤴
- QS. An-Nahl: 97. ⤴
- QS. Ali Imran: 68. ⤴
- QS. An-Nisa: 57. ⤴
- QS. An-Nur: 55. ⤴
- QS. Al-An’am: 82. ⤴