Iman

Iman merupakan permasalahan yang sangat penting. Sebab tanpa iman, seseorang tidak akan mungkin mempunyai prinsip dalam hidup. Iman adalah prinsip pokok dalam kehidupan seorang mukmin.

Iman Secara Bahasa

Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan tashdîq (membenarkan), thuma’nînah (ketentraman), dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq (membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”. [1]

Maka dapat disimpulkan, iman adalah iqrâr (pengakuan) hati yang mencakup:

  1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.
  2. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.

Iman Secara Istilah

Secara istilah, para ulama pun mendefinisikan pengertian iman dengan redaksi yang berbeda-beda. Namun, pokok pengertiannya sama. Para ulama tersebut diantaranya,

  1. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” [2]
  2. Imam Abu ‘Utsman Isma’il Ash-Shabuni rahimahullah berkata, “Dan di antara madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan, perbuatan, dan pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan maksiat.” [3]
  3. Imam al-Ajurri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya pendapat ulama kaum Muslimin ialah bahwa iman wajib atas seluruh makhluk; yaitu membenarkan dengan hati, menetapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.” [4]

Iman dengan hati, lisan, dan perbuatan

Kesimpulannya iman menurut pandangan ahlus sunnah wal jamaah terdiri dari tiga pokok yaitu ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, serta pengamalan dengan anggota badan,  bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Inilah makna iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mayoritas Ahlus Sunnah mengartikan iman mencakup i’tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan.  Iman menurut Ahlu sunnah wal jamaah mencakup tiga prinsip penting, yakni: Keyakinan dalam hati, Ucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Inilah tiga prinsip penting dalam pengertian iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah. [5]

Dalil terkait Iman dengan hati, lisan, dan perbuatan

Berikut dalil-dalil yang menjelaskan bahwa iman mencakup keyakinan hati, perkataan, dan perbuatan. Penting sekali keterkaitan antara keyakinan-keyakinan yang telah disebutkan diatas, diantaranya adalah,

Dalil tentang keyakinan hati

Allah Ta’ala berfirman :

وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu[6]

أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ

Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka[7]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ

Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya namun keimanannya belum masuk ke dalam hatinya[8]

Dalil tentang perkataan lisan

Firman Allah Ta’ala :

قُولُوا ءَامَنَّا بِاللهِ وَمَآأُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآأُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَاْلأَسْبَاطِ وَمَآأُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَآأُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وِنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya[9]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَمَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ مِنِّى مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلاَّ بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka barangsiapa yang mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka sungguh dia telah menjaga harta dan jiwanya dari (seranganku) kecuali dengan hak Islam, dan hisabnya diserahkan kepada Allah[10]

Dalil tentang amalan anggota badan

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ …

dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (shalatmu)[11]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Seorang mukmin tidak disebut mukmin saat ia berzina[12]

Dan masih banyak dalil-dalil lain dari Al Quran dan hadist yang menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan, perkataan, dan perbuatan. [13]

Iman itu Bertingkat-tingkat

Jika kita melihat penjelasan diatas maka permasalahan ini sangat jelas jika kita merujuk dalil-dalil yang ada dalam Al Quran dan Sunnah serta realita yang terjadi bahwa keimanan itu bertingkat-tingkat. Allah melebihkan sebagian rasul dibandingkan rasul yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman :

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ …

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. …[14]

Pemberian keutamaan sebagian rasul dibandingkan yang lain disebabkan perbedaan tingkat keimanan mereka.  Demikian pula di antara para rasul ada yang termasuk ulul ‘azmi. Mereka adalah rasul-rasul yang memiliki kedudukan yang paling agung dan derajat yang paling tinggi. Para rasul tidak sama semua kedudukannaya di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman :

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ …

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul …[15]

Para sahabat pun berbeda-beda dalam tingkat keimanan mereka. Keimanan mereka berbeda-beda. Keimanan yang paling tingggi adalah keimanan yang dimiliki oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah sahalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Seandainya keimaanan seluruh umat ditimbang dengan keimanan Abu bakar, maka keimanan Abu Bakar lebih berat”. Abu Bakar Su’bah Al-Qaari berkata : “Tidaklah Abu Bakar mendhaului kalian dengan banyaknya shalat dan sedekah, namun dengan iman yang menancap di hatinya[16]

Iman dapat Bertambah dan Berkurang

Di antara prinsip keyakinan yang benar tentang keimanan adalah bahwasanya iman dapat bertambah dan juga dapat berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

فَزَادَهُمْ إِيمَانًا

maka perkataan itu menambah keimanan mereka[17]

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” [18]

Syeikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan, “Terdapat dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para Salafus Shalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Ta’ala,

وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آَمَنُوا إِيمَانًا

Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.”  [19]

dan firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya).” [20]

Nabi shalallahu ‘alihi wa sallam bersabda :

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَانَ فِى قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً

Akan keluar dari neraka, orang yang mengucapkan, ‘Laa Ilaaha Illaahu (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah)’, dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji sawi[21]

Dalam hadist ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Jika sesuatu bisa mengalami penambahan, maka bisa juga berkurang, karena konsekuensi dari penambahan adalah sesuatu yang diberi tambahan itu lebih kurang daripada yang bartambah. [22]

Faktor penyebab bertambahnya Iman

Diantara faktor penyebab bertambahnya Iman adalah sebagai berikut :

  1. Mengenal Allah Ta’ala melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Semakin seseorang mengenal Allah, keimanannya semkain bertambah.
  2. Memperhatikan ayat-ayat Allah baik ayat-ayat kauniyyah maupun ayat syar’iyyah.
  3. Banyak melakukan ketaatan.
  4. Meninggalkan kemaksiatan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah

Faktor penyebab berkurangnya Iman

Adapun faktor penyebab berkurangnya Iman di antaranya adalah:

  1. Berpaling dari mengenal Allah dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
  2. Tidak mau memperhatikan ayat-ayat kauniyah dan syar’iyah
  3. Sedikitnya amal shalih
  4. Melakukan kemaksiatan kepada Allah. [23]

Doa ditetapkannya Iman

Sebagai penutup dari tulisan yang singkat ini, sebagai hamba yang lemah kita hanya mampu berdo’a kepada Allah agar diberikan keteguhan dan keistiqomahan diatas agama Islam, karena doa adalah senjata yang paling tajam bagi seorang mukmin. Diantara doa’a suapaya kita diteguhkan dalam ketaatan dan keistiqomahan untuk selalu menjaga keimanan adalah,

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Allahumma musharrifal quluub sharrif  quluubanaa ‘ala tha’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!]

Sebagaimana riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahhu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!] [24]

Referensi

  1. Majmû’ Fatâwa, 7/638.
  2. Kitab As-Sunnah, Imam ‘Abdullah bin Imam Ahmad, 1/307.
  3. Aqidah As-Salaf Wa Ashab Al-Hadits, halaman 82 no. 104.
  4. Kitab ِAsy-Syari’ah, 2/611.
  5. Fathu Rabbil Ghina ‘Ala Ushul As-Sunnah Li Al-Imam Al-Humaidi hal. 22, karya Khalid bin Mahmud Al Juhani Darut Takwa Mesir.
  6. QS. Al-Hujurat : 14
  7. QS. Al-Mujaadilah : 22
  8. H.R Abu Dawud no. 4880 dan Ahmad no. 19776. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahihul Jaami’, 6/308.
  9. QS. Al-Baqarah :136
  10. HR. Muslim no. 22
  11. QS. Al-Baqarah :143
  12. HR. Muslim no. 57
  13. Nawaaqidul Iman, 1/38-54
  14. QS. Al-Baqarah : 253
  15. QS. Al-Ahqaf 46: 35
  16. Syarh Al ‘Aqidah at Thahawiyah, Syaikh Sholeh Alu Syaikh. Dalam Jaami’us Syuruh al ‘Aqidah ath Thahawiyah II/488.
  17. QS. Ali Imran : 173
  18. QS. Maryam : 76
  19. QS. Al-Mudatstsir 74: 31
  20. QS. Al-Anfaal : 2
  21. HR. Muslim no. 193
  22. Syarh Lum’atil I’tiqad, hal. 57, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
  23. Diringkas dari Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyah 594-596, Syaikh ‘Utsaimin.
  24. HR. Muslim no. 2654