Isim Inna
Definisi Isim Inna
Isim Inna (اسم إنّ) adalah setiap mubtada’ yang yang didahului inna dan saudaranya. [1]
Contoh:
إِنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ
Sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah
Kata مُحَمَّدًا adalah isim inna karena didahului inna dan nashab/manshub dengan tanda fathah. Bentuk asal dari isim inna diatas sebelum didahului inna adalah mubtada’ marfu’ dengan tanda dhammah (مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّٰهِ ). Isim inna membuat mubtada’ menjadi manshub. Adapun إِنَّ digunakan untuk penegasan bermakna “sesungguhnya”.
Macam-macam Isim Inna
Adapun macam-macam isim inna berupa [1]:
Isim Mu’rab
Isim mu’rab adalah isim yang harakat akhirnya bisa mengalami perubahan dalam bentuk manshub, marfu’ atau majrur disebabkan perbedaan ‘awamil
Contoh:
إِنَّ الْبَابَ مَفْتُوْحٌ
Sesungguhnya pintu itu terbuka
Kata الْبَابَ merupakan isim inna dalam bentuk isim mu’rab manshub dengan tanda fathah karena didahului إِنَّ. Bentuk asal dari isim inna diatas sebelum didahului inna adalah mubtada’ marfu’ dengan tanda dhommah (الْبَابُ مَفْتُوْحٌ)
Isim mabni
Isim mabni adalah isim yang harakat akhirnya tidak bisa mengalami perubahan seperti dhomir, isim isyarah, isim maushul dan contoh lainnya yang merupakan isim mabni.
Berikut sebagian contoh isim inna dalam bentuk isim mabni:
Isim Inna dalam bentuk dhomir
إِنَّكَ كَرِيْمٌ
Sesungguhnya engkau mulia
كَ adalah isim inna dalam bentuk dhomir muttashil mabni dengan tanda fathah. Bentuk asal dari isim inna diatas sebelum didahului inna adalah dhomir munfashil mabni dengan tanda fathah pada posisi rafa’ (fii mahalli raf’in) mubtada’ (أَنْتَ كَرِيْمٌ)
Isim Inna dalam bentuk isim isyarah
إِنَّ هَذَا أَمَلُنَا فِيكَ
Sesungguhnya ini adalah harapan kami kepadamu
هَذَا merupakan isim inna dalam bentuk isim isyarah mabni dengan tanda sukun pada posisi nashob (fii mahalli nashbin). Bentuk asal dari isim inna diatas sebelum didahului inna adalah هَذَا أَمَلُنَا فِيكَ . Ia tidak mengalami perubahan karena mabni.
Isim Inna dalam bentuk isim maushul:
إِنَّ الَّذِيْنَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-rang yang menyeru engkau dari luar kamar-kamarmu sebagian besar mereka tidak mengerti.” [2]
الَّذِيْنَ merupakan isim inna dalam bentuk isim maushul mabni dengan tanda fathah pada posisi nashob (fii mahalli nashbin). Bentuk asal dari isim inna diatas sebelum didahului inna adalah
الَّذِيْنَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ
Ia tidak mengalami perubahan karena mabni.
Saudara-saudara Inna
Selain Inna, terdapat beberapa saudara Inna yang bisa menashobkan isim inna. Adapun saudara-saudara Inna [3] adalah:
Anna (أَنَّ : bahwasanya)
Untuk penegasan dan harus didahului oleh kalimat
Contoh:
يُسْعِدُنِيْ أَنَّ الصِّنَاعَةَ مُتَقَدِّمَةٌ فِيْ بَلَدِنَا
Menyenangkan aku kemajuan industri di negeri kami
Dari contoh diatas, kata الصِّنَاعَةَ adalah manshub dengan tanda fathah karena didahului oleh أَنَّ (saudara إِنَّ)
Ka-anna (كَأَنَّ : seolah-olah/seakan-akan)
Untuk penyerupaan apabila khabarnya jamid dan untuk sangkaan apabila khabarnya musytaq
Contoh penyerupaan apabila khabarnya jamid:
كأَنَّ مُحَمَّدًا أَسَدٌ
Muhammad seperti singa
Dari contoh diatas, kata مُحَمَّدًا manshub dengan tanda fathah karena didahului oleh كأَنَّ (saudara إِنَّ) dan khabarnya (أَسَدٌ) adalah isim jamid
Contoh sangkaan apabila khabarnya musytaq:
كأَنَّكَ فَاهِمٌ
Sepertinya kamu paham
Dari contoh diatas, كَ adalah dhomir muttashil mabni dengan tanda fathah pada posisi nashob ( fii mahalli nashbin) isim kaanna karena didahului oleh كأَنَّ (saudara إِنَّ) dan khabarnya (فَاهِمٌ) adalah isim musytaq
Lakinna (لَكِنّ : untuk menetapkan perlawanan/tetapi)
Untuk susulan, yakni untuk menetapkan hukum yang menyelisihi hukum sebelumnya. Oleh karena itu لَكِنَّ harus didahului oleh kalimat
Contoh:
الْكِتَابُ صَغِيْرٌ لَكِنَّهُ مُفِيْدٌ
Kitab ini kecil tetapi bermanfaat
مَا هَذَا أَبْيَضُ لَكِنَّهُ أَسْوَدُ
Ini bukan putih tapi hitam
Dari dua contoh diatas, kata هُ adalah dhomir muttashil mabni dengan tanda dhommah pada posisi nashob (fii mahalli nashbin) isim lakinna karena didahului oleh لَكِنَّ (saudara إِنَّ)
La’alla (لَعَلَّ : mudah-mudahan/semoga)
Untuk harapan (raja’/tarajji), yakni menunggu sesuatu yang disenangi atau untuk tawaqqu’ (kasihan dan takut), yaitu menunggu sesuatu yang tidak disenangi
Contoh untuk tarajji (harapan):
لَعَلَّ زَيْدًا قَادِمٌ
Semoga zaid datang
Contoh untuk tawaqqu’ (kasihan dan takut):
لَعَلَّ عَمْرًا هَالِكٌ
Jangan-jangan Amr meninggal
Dari contoh diatas, kata زَيْدًا dan عَمْرًا manshub dengan tanda fathah karena didahului oleh لَعَلَّ (saudara إِنَّ).
Terkadang sering lam pada awal kata لَعَلَّ dibuang sehingga menjadi عَلَّ
Contoh:
عَلَّ الْفَرَجَ قَرِيْبٌ
Semoga jalan keluar ada sebentar lagi
Laita (لَيْتَ : aduhai/seandainya)
Untuk angan – angan yaitu menginginkan sesuatu yang tidak terjadi, bisa jadi karena sulit terjadi atau tidak mungkin terjadi.
Contoh angan-angan yang sulit terjadi :
لَيْتَ لِيْ مَالاً فَأَحُجَّ
Seandainya aku memiliki harta sehingga aku akan berhaji
Dari contoh diatas, kata مَالاً manshub dengan tanda fathah karena didahului oleh لَيْتَ (saudara إِنَّ)
Contoh angan-angan yang tidak mungkin terjadi :
لَيْتَ وَقْتَ الشّبَابِ عَائدٌ
Andai saja masa muda kembali lagi
Dari contoh diatas, kata وَقْتَ manshub dengan tanda fathah dan berkedudukan sebagai mudhof karena didahului oleh لَيْتَ (saudara إنَّ)
Apabila لَيْتَ bersambung dengan ya mutakallim maka ia bersambung dengan nun yang dimakan dengan nun wiqoyah.
Contoh:
لَيْتَنِيْ سَعِيْدٌ
Seandainya aku bahagia
Laa nafiyatul jinsi (لا نَافِية الجِنْس : untuk peniadaan jenis) [4]
Termasuk saudaranya inna adalah la nafi al jins (لاَ). Ia menafikan khabar dari seluruh bagian isimnya. Namun la nafi al jins (لاَ) beramal seperti inna dengan syarat sebagai berikut:
- Isimnya nakirah (bukan ma’rifat)
- Isim yang bersambung dengan لاَ secara langsung, yakni tidak dipisahkan oleh pemisah apapun
- Tidak didahului oleh huruf jar
Ada beberapa catatan yang berhubungan dengan la nafi al jins
Isim لاَ juga manshub apabila berkedudukan sebagai mudhof atau menyerupai mudhof.
Contoh:
لاَ فَاعِلَ خَيْرٍ مَكْرُوْهٌ
Tidak ada pelaku kebaikan yang dibenci
لاَ طَالِعًا جَبَلاً ظَاهِرٌ
Tidak ada pendaki gunung yang kelihatan
isim la nafil jins diatas, manshub dengan tanda fathah karena berkedudukan sebagai mudhof dan menyerupai mudhof
Isim لاَ mabni atas tanda manshubnya apabila bukan mudhof dan tidak menyerupai mudhof
Contoh :
لاَ رَجُلَ فِيْ الدَّارِ
Tidak ada lelaki di rumah
لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّبِاللّٰهِ
Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah
Isim la nafil jins diatas, mabni atas tanda manshubnya karena tidak berkedudukan sebagai mudhof atau menyerupai mudhof
Jika tidak memenuhi tiga syarat diatas maka amalan لاَ beramal seperti inna menjadi batal.
Contoh:
لاَ الْقَوْمُ قَوْمِيْ وَ لاَ الْأَعْوَانُ أَعْوَانِيْ
Kaum itu bukan kaumku dan para penolong itu bukan penolongku
Kata الْقَوْمُ dan الْأَعْوَانُ marfu’ tidak manshub karena isim setelah لاَ adalah isim ma’rifat bukan isim nakirah sehingga لاَ beramal seperti inna menjadi batal.
لاَ فِيْهَا غَوْلٌ
Tidak ada di dalamnya sesuatu yang memabukkan
Kata غَوْلٌ marfu’ tidak manshub karena Isim yang bersambung dengan لاَ tidak secara langsung, yakni dipisahkan oleh pemisah (فِيْهَا), sehingga لاَ beramal seperti inna menjadi batal.
يَتَقَدَّمُ الْجُنْدِيُّ بِلاَ خَوْفٍ
Para tentara itu maju tanpa ada rasa takut
Kata خَوْفٍ majrur tidak manshub karena لاَ bersambung dengan huruf jar sehingga amalan لاَ beramal seperti inna menjadi batal.
Jika memakai shigoh لاَ سِيَّمَا maka isim setelahnya boleh marfu’ dan majrur sebagaimana juga isim setelahnya bisa manshub jika isimnya nakirah. Perhatikan contoh berikut dengan seksama:
أُحِبُّ الْفَاكِهَةَ وَ لاَ سِيَّمَا الْبُرْتُقَال
Aku suka buah-buahan terlebih lagi jeruk
مَا pada kalimat diatas memiliki tiga kemungkinan:
- Sebagai tambahan, maka dalam keadaan ini isim setelah لاَ سِيَّمَا majrur (الْبُرْتُقَالِ) sebagai mudhof ilaih kepada سِيَّ
- Sebagai isim maushul dan mudhof ilaih, maka dalam keadaan ini isim setelah لاَ سِيَّمَا marfu’ الْبُرْتُقَالُ)) sebagai khabar bagi mubtada’ yang dihilangkan, tersiratnya هُوَ
- Sebagai mudhof ilaih, maka dalam keadaan ini isim setelahnya لاَ سِيَّمَا adalah tamyiz manshub dengan syarat isim tersebut nakirah بُرْتُقَالاً))
Amalan inna dan Saudara إِنَّ
Adapun inna dan saudaranya maka ia menashobkan isim dan merofa’kan khabar. Maksudnya inna dan saudaranya jika masuk ke dalam mubtada’ dan khabar, maka inna akan menashobkan isim inna pada mubtada’ dan merofa’kan khabarnya [5]
Contoh:
إِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ | ← | اللّٰهُ غَفُوْرٌ |
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun | Allah Maha Pengampun |
Pada contoh diatas, asal kalimatnya adalah dalam bentuk mubtada’ dan khabar. اللّٰهُ sebagai mubtada’ marfu’ dengan tanda dhommah dan غَفُوْرٌ sebagai khabar marfu’ dengan tanda dhommah. Ketika didahului إِنَّ, maka kata اللّٰهُ yang marfu’ dengan tanda dhommah berubah menjadi manshub dengan tanda fathah (إِنَّ اللّٰهَ) sedangkan غَفُوْرٌ (khabar) tetap marfu’ dengan tanda dhommah, sehingga menjadi إِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ. Demikian pula dengan saudara-saudara إِنَّ, ia menashobkan mubtada’ dan merofa’kan khabar.
Contoh Isim Inna dalam Al-Quran dan Hadits
Di dalam Al-Quran dan hadits Nabi ﷺ terdapat banyak contoh penerapan isim inna. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Contoh beberapa isim inna dalam Al-Quran
إِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [6]
Kata اللّٰهَ adalah isim inna manshub dengan tanda fathah karena didahului inna
إِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَحِيْمًا
“Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [7]
Kata اللّٰهَ adalah isim inna manshub dengan tanda fathah karena didahului inna
وَاللّٰهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُونَ
“Sesungguhnya Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu adalah pendusta.” [8]
Kata الْمُنٰفِقِيْنَ adalah isim inna dalam bentuk jama’ mudzakkar salim manshub dengan ya karena didahului inna
Contoh beberapa isim inna dalam Hadits
إِنَّ اللّٰهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.” [9]
Kata اللّٰهَ adalah isim inna manshub dengan tanda fathah karena didahului inna
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَ إِنَّ اللّٰهَ تَعَالى إِذَ أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ،فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَى،وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan/ganjaran sesuai dengan besarnya ujian, dan sessungguhnya Allah Yang Maha Tinggi apabila mencintai suatu kaum, Ia akan mengujinya. Barangsiapa yang ridho dengan ujian tersebut maka baginya keridhoan dan barangsiapa yang murka dengan ujian tersebut maka baginya kemurkaan.” [10]
Kata عِظَمَ adalah isim inna dalam bentuk mudhof dan manshub dengan tanda fathah karena didahului inna, sedangkan اللّٰهَ adalah isim inna manshub dengan tanda fathah karena didahului inna
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَ إِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَ بَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ..)
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang tidak jelas (syubhat) yang tidak diketahui oleh banyak manusia…” [11] [12]
Kata الْحَلاَلَ dan الْحَرَامَ adalah isim inna manshub dengan tanda fathah karena didahului inna
Referensi
- Mulakkhas Qawa’id Al-Lughah Al–‘Arabiyyah, hal. 63 ⤴ ⤴
- QS. Al-Hujurat:4. ⤴
- Mulakkhas Qawa’id Al-Lughah Al–‘Arabiyyah, hal. 40 ⤴
- Mulakkhas Qawa’id Al-Lughah Al–‘Arabiyyah63-64 ⤴
- Syarah al ajrumiyah hal. 235 ⤴
- QS. Al-Baqarah:115. ⤴
- QS. An-Nisa’:23. ⤴
- QS. Al-Munafiqun:1. ⤴
- HR. Muslim no. 91 ⤴
- HR. AT-Tirmidzi no. 2396 ⤴
- HR. Al-Bukhari no. 2051. ⤴
- HR. Muslim no. 1599. ⤴