Islam
Agama Islam adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [1]
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [2]
Makna Islam
Islam Secara Bahasa
Secara bahasa, arti kata islam tidak keluar dari makna inqiyad (tunduk) dan istislam (pasrah). [3]
Ibnu Faris berkata, “Huruf siin, laam dan miim, mayoritas kata pada bab ini (mengandung makna) kesehatan dan keselamatan… termasuk di antaranya adalah kata Islam, yaitu ketundukan, karena islam berarti selamat dari sikap enggan dan tidak mau tunduk.” [4]
Adapun secara istilah, Islam berarti kepasrahan kepada Allah dengan mewujudkan tauhid, ketundukan kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya. [5]
Atau bisa dikatakan dengan ungkapan lain bahwa Islam adalah ibadah kepada Allah semata dengan menaati dan mengikuti tuntunan Allah yang disampaikan oleh setiap Nabi dan Rasul pada waktunya masing-masing sampai hari kiamat. [6]
Islam dalam Makna Umum
Yang dimaksud islam dalam arti umum adalah semua ajaran para nabi, yang intinya mentauhidkan (mengesakan) Allah dan mengikuti aturan syariat yang berlaku ketika itu.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
الْإِسْلَامُ بِالْمَعْنَى الْعَامِ: هُوَ التَّعَبُّدُ لِله بِمَا شَرَعَ مُنْذُ أَنْ أَرْسَلَ اللُه الرُّسُلَ إِلَى أَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةِ
Islam dalam arti umum adalah menyembah Allah sesuai dengan syariat yang Dia turunkan, sejak Allah mengutus para rasul, hingga kiamat. [7]
Berdasarkan pengertian ini, berarti agama seluruh Nabi dan Rasul beserta pengikutnya adalah islam. Meskipun rincian aturan syariat antara satu dengan lainnya berbeda.
Diantara dalil mengenai islam dalam makna umum, dalam Al-Quran, Allah menyebut Ibrahim dan anak keturunannya, orang-orang islam.
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” [8]
Allah juga berfirman tentang para Nabi Bani Israil bahwa mereka adalah orang-orang yang Islam.
إِنَّا أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang Islam (menyerahkan diri kepada Allah).” [9]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، وَالأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى ، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Aku adalah manusia yang paling dekat dengan Isa bin Maryam di dunia dan akhirat. Dan seluruh para Nabi adalah saudara satu bapak, ibu mereka berbeda-beda. Dan agama mereka adalah satu.” [10]
Dan agama para Nabi dan Rasul adalah satu, yaitu Islam. Karena semua Nabi dan Rasul menyeru dan mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja. Meskipun syariat dan tata cara ibadah yang diajarkan oleh masing-masing Nabi dan Rasul itu berbeda antara satu dengan lainnya sesuai dengan kondisi zaman ketika mereka diutus.
Islam dalam Makna Khusus
Islam dalam arti khusus adalah ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syariat beliau menghapus syariat sebelumnya yang bertentangan dengannya .
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan,
ٍوَالْإِسْلَامُ بِالْمَعْنَى الْخَاصِ بَعْدَ بعثةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْتَصُّ بِمَا بُعِثَ بِهِ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَنَّ مَا بُعِثَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَسَخَ جَمِيْعَ الْأَدْيَانِ السَّابِقَةِ فَصَارَ مَنْ أَتْبَعَهُ مُسْلِماً وَمَنْ خَالَفَهُ لَيْسَ بِمُسْلِم
Islam dengan makna khusus adalah islam setelah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khusus dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghapus semua agama sebelumnya. Sehingga pengikutnya adalah orang islam, sementara yang menyimpang dari ajaran beliau, bukan orang islam. [7]
Pengikut para nabi terdahulu, mereka muslim ketika syariat nabi mereka masih berlaku. Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, syariat mereka tidak berlaku, sehingga mereka bisa disebut muslim jika mengikuti syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai permisalan, ketika ada orang nasrani yang mengikuti ajaran Isa lahir batin. Dia komitmen dengan ajaran paling otentik yang disampaikan Isa, kecuali satu masalah, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, dia tidak mau mengikuti beliau, maka orang ini bukan muslim. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman. Allah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [11]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun dari umat ini – baik yahudi maupun nasrani – mendengar tentang aku kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, melainkan dia termasuk penghuni neraka.” [12]
Tingkatan Islam
Islam memiliki 3 (tiga) tingkatan, yaitu:
- Islam
- Iman
- Ihsan
Setiap tingkatan memiliki rukun masing-masing. [13]
Rukun Islam
Islam terdiri atas 5 (lima) rukun, yaitu:
- Mengucapkan syahadatain.
- Menegakkan shalat.
- Menunaikan zakat.
- Berpuasa pada bulan Ramadhan.
- Pergi haji ke tanah suci jika mampu.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam terbangun atas lima rukun, yaitu: Persaksian tentang dua kalimat syahadat bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji, dan berpuasa pada bulan Ramadhan. [14]
Islam terdiri atas akidah dan syariat
Agama Islam terdiri atas dua hal penting yang tidak boleh terpisah antara satu dan lainnya. Dua hal penting itu adalah; akidah dan syariat. [15]
Akidah adalah fondasi yang di atasnya terbangun seluruh amalan dan perilaku seorang hamba.
Akidah memiliki pokok-pokok penting yang disebut sebagai Ushul Akidah (pondasi akidah) atau disebut juga dengan Rukun Iman, yaitu:
- Iman kepada Allah
- Iman kepada para Malaikat
- Iman kepada kitab suci Allah
- Iman kepada para Nabi dan Rasul
- Iman kepada hari akhir
- Iman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk (menurut pandangan manusia).
Syariat adalah jalan yang ditempuh seorang hamba dalam amalan dan perilakunya.
Syariat juga memiliki pokok-pokok penting yang lebih sering dikenal dengan Rukun Islam, yaitu:
- Mengucapkan dua kalimat syahadat
- Menegakkan shalat
- Menunaikan zakat
- Berpuasa
- Haji ke Baitullah.
Dua hal ini harus terwujud pada diri seorang hamba agar dirinya benar-benar disebut sebagai muslim yang sesungguhnya.
Apabila seseorang tidak mau menerima syariat atau tidak mau melaksanakan syariat (terutama tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat, atau tidak mau shalat sama sekali), maka tidak sah keislamannya. Dan dia dihukumi sebagai orang yang kafir.
Dan apabila seseorang melaksanakan syariat secara lahiriah namun dia tidak memiliki pokok-pokok akidah yang benar, maka dia termasuk pada golongan orang-orang yang munafik, bukan muslim yang sesungguhnya.
Antara Islam dan Iman
Dari pembahasan di atas, seseorang bisa dikatakan muslim jika dia memiliki dasar-dasar keimanan yang disebut rukun Iman dan memiliki dasar-dasar Islam yang disebut rukun Islam.
Tidak mungkin seseorang dikatakan muslim tanpa adanya iman dan tidak mungkin seseorang berhak dikatakan sebagai orang yang beriman kecuali telah menerima dan melaksanakan rukun-rukun islam.
Maka seorang muslim adalah orang yang beriman dan seorang mukmin adalah orang yang muslim. Dari tinjauan ini, maka islam semakna dengan iman.
Namun terkadang iman memiliki makna tersendiri yang berbeda dengan islam, dan begitu juga sebaliknya. Seperti dalam hadits Jibril, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Beritahukan kepadaku tentang Islam?” maka beliau menafsirkan Islam dengan rukun Islam yang notabene adalah amalan lahiriah. Dan ketika beliau ditanya, “Beritahukan kepadaku tentang Iman?” maka beliau menerangkan iman dengan rukun-rukunnya yang notabene adalah amalan batin.
Kaidah memahami makna iman dan islam
Para ulama telah membuat sebuah kaidah pada kata-kata yang terkadang memiliki kesamaan makna dan terkadang memiliki perbedaan makna, seperti kata islam dan iman ini, dengan ucapan mereka;
إِذَا اجْتَمَعَا اِفْتَرَقَا وَإِذَا افْتَرَقَا اِجْتَمَعَا
“Jika kedua kata itu bersatu (dalam penyebutan) maka keduanya berbeda (dalam makna). Dan jika kedua kata itu berpisah (dalam penyebutan) maka keduanya bersatu (dalam makna).”
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Apabila masing-masing kata Islam atau Iman disebutkan sendirian, maka tidak ada perbedaan (makna) antara keduanya. Namun apabila keduanya disebutkan berbarengan, maka ada perbedaan (makna) antara keduanya. [16]
Sehingga, apabila kata Islam dan Iman disebutkan secara bersamaan dalam satu konteks pembicaraan, maka kata Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan lahiriah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sedangkan kata Iman ditafsirkan dengan amalan-amalan batin. Sebagaimana dalam hadits Jibril.
Namun apabila kata Islam disebutkan sendirian tanpa disebutkan Iman, berarti kata Islam itu mengandung makna iman. Seperti firman Allah,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [17]
Yang dimaksud Islam dalam ayat di atas bukan hanya amalan lahiriah tanpa amalan batin. Akan tetapi kata Islam di sini mengandung amalan lahiriah dan juga amalan batin.
Demikian pula apabila kata Iman disebutkan sendirian tanpa disebutkan bersamanya kata Islam, berarti kata Iman itu juga mengandung makna Islam. Seperti dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada utusan Abdulqais yang memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah semata. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan iman ini dengan sabdanya,
شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُؤَدُّوا خُمُسًا مِنَ الْمَغْنَمِ
“Syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan seperlima dari ghanimah.” [18]
Dalam hadits ini jelas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan Iman bukan hanya dengan amalan batin, bahkan beliau menafsirkan Iman sebagaimana beliau menafsirkan Islam.
Referensi
- QS. Ali Imran: 19. ⤴
- QS. Ali Imran: 85. ⤴
- Al-Mu’jam Al-Wasith, 1/446 ⤴
- Mu’jam Maqayis Al-Lughah, 3/90 ⤴
- Risalah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. ⤴
- Syarh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 20 ⤴
- Majmu’ Fatawa wa Rasail Al-’Utsaimin, 6/14. ⤴ ⤴
- QS. Al-Baqarah : 132 ⤴
- QS. Al-Maidah: 44 ⤴
- HR. Al-Bukhari no. 3443 ⤴
- QS. Saba: 28 ⤴
- HR. Muslim no. 153 ⤴
- Ushul Ad-Diin Al-Islamiy Ma’a Qawa’idihi Al-Arba’, hal. 11. ⤴
- HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16. Dan ini lafadz dalam Shahih Al-Bukhari. ⤴
- At-Tauhid lish Shaff al-Awwal Ats-Tsanawi, Syaikh Shalih al-Fauzan, hlm. 10-11. ⤴
- Jami’ Al-Ulum wal Hikam, 1/107 ⤴
- QS. Ali Imran: 19 ⤴
- HR. Muslim no. 17 ⤴