Madinah

Kota Madinah merupakan kota mulia, tempat turunnya wahyu dan turunnya Jibril Al-Amîn kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat pertemuan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Kota Madinah adalah ibu kota pertama bagi kaum Muslimin. Disanalah dikibarkan bendera jihad di jalan Allah. Dari kota ini juga pasukan-pasukan pembawa kebenaran bertolak untuk membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya kebenaran. Dari kota ini, cahaya hidayah memancar sehingga bumi diterangi dengan cahaya hidayah itu, kota yang menjadi tempat hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disanalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghabiskan sisa umur beliau dan di sana pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan.

Nama-nama Lain Kota Madinah

Kota Madinah memiliki banyak nama yang menunjukkan kedudukan dan keutamaannya, bahkan sebagian ulama menyebutkan lebih dari 90 nama untuk kota Madinah, namun nama-nama itu ada yang berupa ijtihad dari sebagian ulama dan ada pula yang memang memiliki dalil yang shahih, adapun dalil yang menunjukkan kota ini disebut atau dinamakan dengan Madinah sangat banyak sekali baik dari Al-Quran maupun As-Sunnah, di antaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an:

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّـهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٨

“Mereka (orang-orang munafik) itu mengatakan: “Jika kita kembali ke kota Madinah maka pasti orang-orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah, padahal kekuatan itu hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. [1]

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ الْأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَن رَّسُولِ اللَّـهِ

“Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak ikut serta menyertai Rasulullah (ikut berperang).” [2]

Dalam hadits-hadits yang shahih disebutkan juga penamaan kota Madinah ini, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa beliau:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا المَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ

“Ya Allah buatlah kami cinta kepada kota Madinah seperti kecintaan kami terhadap Makkah atau lebih.” [3]

Begitu pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا يَدْخُلُ الْمَدِيْنَةَ رُعْبُ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

“Madinah tidak akan dimasuki oleh keganasan Al-Masiih Dajjal.” [4]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih lainnya yang menyebutkan penamaan kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dengan nama Madinah. Nama Madinah kerap disifati dengan kata Munawwarah yang artinya bersinar atau disinari maka disebut Al-Madinah Al-Munawwarah, hal ini karena kota Nabi ini bersinar atau terang dengan adanya cahaya hidayah yang dibawa oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bermukim di Madinah hingga akhir hayat beliau.

Para ulama bahasa berbeda pendapat terkait dengan akar kata dari Madinah, ada yang mengatakan bahwa kata Madinah terambil dari kata kerja (fi’il) Daana (دان) yang artinya ta’at, hal ini karena di Madinah dilakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, ulama yang lain mengatakan bahwa asal-muasal kata Madinah terambil dari kata kerja (fi’il) Madina (مدن) yang artinya bermukim atau tinggal, kata madina di-jamak (dibuat bentuk plural) menjadi mudun (مدن) atau mada’in (مدائن).

Adapun nama-nama lain kota Madinah disertai dengan dalilnya adalah sebagai berikut:

Thaabah

Salah satu nama lain kota Madinah adalah Thaabah (طابة), kata Thaabah terambil dari kata “thayyib” yang artinya suci atau bagus, para ulama menyebutkan alasan kota Madinah dinamakan demikian, ada yang mengatakan kota Madinah dinamakan Thaabah karena sucinya kota ini dari kotoran syirik, ada juga yang mengatakan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  hamba Allah yang suci berdomisili di kota ini dan ada pula yang mengatakan karena kota ini laksana panda besi yang menyucikan besi dari karatnya dan membuatnya cemerlang. Sebagian ulama mengatakan bahwa suci dan bagusnya tanah serta hawa (udara) kota Madinah menjadi bukti nyata akan pantasnya nama ini disandang oleh kota ini. [5] Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَمَّى الْمَدِينَةَ طَابَةَ

“Sesungguhnya Allah ta’ala menamakan Madinah dengan sebutan Thaabah.” [6]

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

هَذِهِ طَابَةُ ، وَهَذَا أُحُدٌ، وَهُوَ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ

“Ini (Madinah) adalah Thaabah, ini adalah gunung Uhud, ia adalah gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya.” [7]

Taybah

Penamaan Madinah dengan Taybah (طيبة) termaktub dalam beberapa riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya riwayat dari sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

إِنَّهَا طَيْبَةُ – يَعْنِي الْمَدِينَةَ – ، وَإِنَّهَا تَنْفِي الْخَبَثَ ، كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْفِضَّةِ

“Sungguh ia -yaitu Madinah- adalah Taybah, ia menghilangkan karat sebagaimana api menghilangkan kotoran/karat dari perak.” [8]

Dalam hadits yang cukup panjang tentang cerita Dajjal yang diriwayatkan dari sahabiyah Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

هَذِهِ طيْبَةُ . هَذِهِ طيْـبَةُ . هَذِهِ طيْـبَةُ

“Ini (Madinah) adalah Taybah, ini adalah Taybah, ini adalah Taybah.” [9]

Thaab

Penamaan ini terdapat dalam riwayat shahih dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

رَأَيْتُ كَأَنِّي اللَّيْلَةَ فِي دَاِر عُقْبَةَ بْنِ رَافِعٍ ، وَأَتَيْتُ بِتَمْرٍ مِنْ تَمْرِ طَابٍ ، فَأَوَّلْتُ أَنَّ لَنَا الرِّفْعَةَ فِي الدُّنْيَا ، وَالْعَاقِبَةَ فِي الْآخِرَةِ ، وَأَنَّ دِيْنَنَا قَدْ طَابَ

“Malam ini saya bermimpi sedang berada di rumah kediamannya Uqbah bin Rafi’, lalu saya dikasi kurma Thaab (Madinah), maka saya mentafsirkan (menta’wil) mimpi itu bahwa kita akan mendapatkan ketinggian di dunia dan mendapat kemenangan di akhirat dan bahwa agama kita ini telah baik (bagus).” [10]

Yatsrib

Yatsrib (يثرب) merupakan nama lama yang dengannya kota ini dikenal di masa jahiliyyah, penamaan ini termaktub dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا

“Dan ingatlah ketika sekelompok dari mereka (orang-orang munafik) berkata: “Wahai penduduk Yatsrib tidak ada tempat bagi kalian maka kembalilah kalian.” [11]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَقُولُونَ يَثْرِبُ ! وَهِيَ الْمَدِينَةُ

“Mereka menyebutnya Yatsrib padahal ia adalah Madinah.” [12]

Sebagian ulama memahami dari hadits ini makruh (dibencinya) menamai Madinah dengan penamaan Yatsrib, adapun penyebutan nama itu dalam Al-Qur’an maka ayat tersebut menceritakan ucapan orang-orang munafik saja. Para ulama juga menambahkan bahwa sebab lain dibencinya penamaan Madinah dengan sebutan Yatsrib karena kata Yatsrib terambil dari kata At-Tatsriib yang artinya at-taubikh (sumpah serapah/menjelekkan) atau terambil dari akar kata As-Tsarab yang artinya al-fasaad (kerusakan), padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  menyukai nama yang memiliki makna yang baik dan bagus dan beliau kerap kali mengganti nama sahabat yang memiliki nama yang jelek menjadi nama yang baik. [13] [14] Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْلٌ، فَذَهَبَ وَهْلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ، فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ

“Saya bermimpi bahwa saya berhijrah dari Makkah menuju sebuah daerah yang dipenuhi dengan pohon kurma, maka saya mengira daerah itu adalah daerah Yamamah atau Hajar, namun ternyata daerah itu adalah Madinah yaitu Yatsrib.” [15]

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan : “Penyebutan Yatsrib ini adalah sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  menamakannya dengan Taybah.” [16]

Keutamaan Madinah

Kota Madinah yang penuh berkah ini telah dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan diberi berbagai kelebihan dan keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya sebagai tempat terbaik setelah kota Makkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Makkah:

وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلاَ أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

“Demi Allah, Sesungguhnya Engkau adalah bumi Allah yang terbaik, tempat yang paling dicintai oleh Allah. Seandainya aku tidak dikeluarkan darimu maka aku tidak akan pernah keluar darimu.” [17]

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَطْيَبَكِ من بَلَدٍ، وَأَحَبَّكِ إليَّ! وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ؛ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

“Alangkah baiknya dirimu dan alangkah cintanya diriku padamu, seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu maka saya tak akan tinggal di tempat lain.” [18]

Berdasarkan riwayat-riwayat di atas maka kita bisa katakan bahwa kota Makkah merupakan tempat terbaik kemudian diiringi kota Madinah, berikut beberapa keutamaan dan kelebihan kota Madinah dibandingkan tempat-tempat lain selain Makkah:

Kota Madinah Sebagai Kota Haram

Diantara keutamaan kota Madinah adalah Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikannya sebagai kota yang haram dan aman, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kota Makkah sebagai kota haram dan aman, sehingga di tempat ini tidak boleh ditumpahkan darah, tidak dibawa senjata untuk perang dan hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah haram, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ

Sesungguhnya Nabi Ibrahîm menjadikan kota Makkah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga. [19]

Maksud dari penyandaran pengharaman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim alaihissallam dalam hadits di atas adalah pengharaman ditampakkan melalui keduanya bukan mereka berdua yang mengharamkan karena sesungguhnya hak mengharamkan hanya milik Allah subhaahu wa ta’ala . Allah-lah yang menjadikan Makkah dan Madinah menjadi kota haram.

Kemudian yang dimaksud dengan daerah haram di kota Makkah dan Madinah adalah wilayah yang mencakup semua area yang berada dalam batas-batas kota Makkah dan Madinah, yaitu daerah yang berada antara air dan Tsaur dan antara dua gunung. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ

“Kota Madinah merupakan kota haram, (yaitu) wilayah antara wilayah ‘Air dan wilayah Tsaur.” [20]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang lain:

إِنِّي حَرَّمْتُ مَابَيْنَ لاَبَتَيْ المَدِيْنَةِ لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا، وَلا يُقْتَلُ صَيْدُهَا

“Sesungguhnya aku mengharamkan wilayah yang terletak antara dua tanah hitam kota Madinah, tidak boleh dipotong pepohonannya dan tidak boleh dibunuh hewan buruannya.” [21]

Keimanan akan Kembali ke Kota Madinah

Diantara keutamaan yang lain dari kota Madinah adalah iman akan kembali ke Madinah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إنَّ الإِيْماَنَ لَيَأْزِرُ إِلَى الْمَدِيْنَةِ كَمَا تأْزِرُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

“Sesungguhnya iman akan kembali ke kota Madinah sebagaimana ular kembali kelubang / sarangnya.” [22]

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ، وَهُوَ يَأْرِزُ بَيْنَ الْمَسْجِدَيْنِ، كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ فِي جُحْرِهَا

“Sesungguhnya Islam mulai (disebarkan) dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana dahulu dimulai, dan ia akan kembali di antara dua masjid (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) sebagaimana kembalinya ular ke sarangnya.” [23]

Kota Madinah akan Memakan Semua Perkampungan

Di antara keutamaan kota Madinah lainnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyifati sebagai sebuah kota yang akan melahap daerah-daerah lainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى، يَقُولُونَ لَهَا يَثْرِبُ، وَهِيَ الْمَدِينَةُ

“Aku diperintahkan (berhijrah ke) daerah yang akan melahap daerah-daerah lainnya. Daerah ini mereka sebut Yatsrib, yaitu Madinah.” [12]

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sebuah kampung yang akan melahap daerah-daerah lainnya.” ditafsirkan dengan berbagai macam penafsiran diantaranya adalah Madinah akan menjadi pemenang atas daerah-daerah lainnya. Juga ditafsirkan dengan Madinah akan menjadi tempat berlabuh harta rampasan perang yang didapatkan dari jihad di jalan Allah. Kedua penafsiran di atas telah terjadi. Kota Madinah telah menaklukkan kota-kota lainnya, dimana para da’i yang membawa kebaikan dan para mujahid bertolak dari kota ini untuk membebaskan dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu banyak orang yang masuk kedalam agama Allah subhanahu wa ta’ala ini. Dan semua kebaikan yang didapatkan oleh penduduk bumi ini adalah bersumber atau keluar dari kota yang penuh berkah ini, yaitu kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jadi keberadaan kota Madinah yang akan melahap kota-kota yang lainnya terbukti dengan kemenangan yang diraih kota Madinah atas kota-kota yang lain yang terjadi pada awal-awal agama Islam bersama generasi pertama dari para Shahabat radhiyallahu ‘anhum dan khulafaurrasyidin radhiyallahu anhum. Juga terbukti dengan perolehan ghanimah (rampasn perang) yang didapatkan dan diantar ke kota Madinah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengabarkan tentang sesuatu yang akan terjadi yaitu pembagian kekayaan raja Kisra dan Qaisar di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Apa yang diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu telah menjadi nyata, harta benda Kisra dan Qaisar telah diboyong ke kota Madinah yang penuh berkah ini dan telah dibagi-bagikan melalui tangan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Nabi Menganjurkan agar Bersabar atas Beratnya Kehidupan di Kota Madinah

Keutamaan yang berikutnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar penduduk Madinah bersabar atas kesusahan dan beratnya kehidupan di kota Madinah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَدِيْنَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

“Kota Madinah lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahui.” [24]

Sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diucapkan berkenaan dengan orang-orang yang ingin pindah dari kota Madinah ke tempat-yang lain dalam rangka mencari kemakmuran dan kesejahteraan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، لَا يَدَعُهَا أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا، إِلا أَبْدَلَ اللهُ فِيهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ، وَلا يَثْبُتُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا وَجَهْدِهَا، إِلا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا أَوْ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَة

Kota Madinah lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahui. Tidaklah seseorang meninggalkan kota Madinah karena benci kepadanya, kecuali Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik darinya, dan tidaklah seseorang tetap tegar atas kesusahan dan kesulitan kota Madinah, niscaya aku akan menjadi saksi dan pemberi syafa’at baginya pada hari kiamat. [25]

Hadits ini menunjukkan kepada kita keutamaan kota Madinah dan keutamaan bersabar atas kesusahan, kesulitan, sempitnya perekonomian dan kehidupan. Jika ini menimpa seseorang, maka hendaknya ini tidak mendorongnya untuk pindah ke tempat lain dalam rangka mencari kemakmuran dan kesejahteraan, akan tetapi hendaknya dia bersabar atas segala hal yang menimpanya di kota Madinah, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjanjikan balasan yang agung serta pahala yang sangat banyak.

Balasan Amal Dilipatgandakan

Di antara Keutamaan lainnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan betapa agungnya kota Madinah dan betapa bahayanya membuat kebid’ahan di kota Madinah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal ini ketika menjelaskan keharaman kota Madinah, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ، فَمَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلا عَدْلا

“(Wilayah) haram kota Madinah yaitu wilayah yang terletak antara wilayah ‘Airin dan Tsaur. Barangsiapa yang membuat perkara baru (kebid’ahan) atau melindungi pelaku kebi’ahan maka dia akan mendapatkan laknat dari Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menerima darinya ash-sharf dan ‘adl.” [26]

Para Ulama berbeda pendapat tentang makna ash-sharf dan ‘adl dalam hadits di atas. Jumhur Ulama mengatakan, ash-sharf artinya amalan fardhu, sedangkan ‘adl berarti amalan-amalan sunnah.

Kota Madinah Didoakan Keberkahan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendoakan kota Madinah agar diberi limpahan keberkahan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, diantara doa beliau:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا

“Ya Allah! Berilah kepada kami keberkahan pada buah-buahan kami, kota Madinah kami! Limpahkanlah keberkahan untuk kami pada setiap sha’ dan mudkami dapatkan.” [27]

Kota Madinah tidak akan Dimasuki Penyakit Tha’un

Di antara keutamaan kota Madinah adalah ia tidak akan bisa dimasuki oleh penyakit tha’un (lepra) tidak pula Dajjal. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada:

عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلاَ الدَّجَّالُ

“Di setiap tembok atau batas kota Madinah ada malaikat. Kota Madinah tidak akan bisa dimasuki oleh penyakit tha’un (lepra) tidak pula Dajjal.” [28]

Penduduk Kota Madinah Dilindungi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من أراد أهل هذه البلدة بسوءٍ (يعنى المدينة) أذابه الله كما يذوبُ الملحُ فى الماء

“Barangsiapa yang menginginkan kejelekan terhadap penduduk negeri ini (Madinah), Allah akan membuatnya lebur sebagaimana leburnya garam di dalam air.” [29]

Dalam riwayat lain:

من أخاف أهل المدينة أخافه الله

“Barangsiapa yang membuat takut penduduk Madinah maka Allah akan membuatnya takut.” [30]

Syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan Syahadah (Persaksian) Belia Bagi Orang yang Sabar Bermukim di Madinah

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits sebelumnya:

الْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، لَا يَدَعُهَا أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا، إِلا أَبْدَلَ اللهُ فِيهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ، وَلا يَثْبُتُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا وَجَهْدِهَا، إِلا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا أَوْ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَة

Kota Madinah lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahui. Tidaklah seseorang meninggalkan kota Madinah karena benci kepadanya, kecuali Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik darinya, dan tidaklah seseorang tetap tegar atas kesusahan dan kesulitan kota Madinah, niscaya aku akan menjadi saksi dan pemberi syafa’at baginya pada hari kiamat. [25]

Dalam riwayat shahih lainnya:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى الْمَهْرِيِّ أَنَّهُ جَاءَ إلى أَبَي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رضي الله عنه يستشيره فِي الْجَلَاءِ مِنْ الْمَدِينَةِ وَشَكَا إِلَيْهِ أَسْعَارَهَا وَكَثْرَةَ عِيَالِهِ وَأَخْبَرَهُ أَنْ لَا صَبْرَ لَهُ عَلَى جَهْدِ الْمَدِينَةِ وَلَأْوَائِهَا ، فَقَالَ لَهُ : وَيْحَكَ ، لَا آمُرُكَ بِذَلِكَ ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا

Dari Abu Sa’id bekas budak Al-Mahri bahwasanya dia datang kepada Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu meminta pendapat terkait niatnya untuk pergi dari Madinah sembari mengeluhkan kesuliatn yang dihadapi mulai dari harga-harga barang yang mahal di Madinah, keluarganya yang banyak, dan ia juga memberitahu Abu Sa’id Al-Khudri bahwa ia tak mampu menghadapi kesusahan dan kesulitan hidup di Madinah, lantas Abu Sa’id Al-Khudri berkata kepadanya: “Saya tak akan memberimu nasihat agar engkau keluar dari Madinah, karena saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Tidaklah seseorang itu sabar menghadapi kesulitan hidup di Madinah lalu ia meninggal melainkan aku akan memberinya syafaat atau menjadi saksi baginya kelak di hari kiamat jika ia meninggal dalam keadaan muslim.” [31]

Keutamaan Wafat di Kota Madinah

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوْتَ بِالْمَدِيْنَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَأَنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوْتُ بِهَا

“Barangsiapa yang bisa meninggal di Madinah maka hendaknya ia lakukan, karena sungguh saya akan memberi syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah.” [32]

At-Thibi berkata: “Nabi memerintahkan agar jika bisa seseorang itu meninggal di Madinah, maksudnya adalah seseorang itu jika bisa tinggal dan mukim di sana dan jangan meninggalkannya, bermukim dan berdomisili di sana (di Madinah) inilah yang akan menjadi sebab ia meninggal di sana.” [33]

Oleh karena itu, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu memhon dan berdoa kepada Allah agar diwafatkan di kota Madinah dan Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa beliau, Umar Al-Faruq berdoa seraya mengucap:

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Ya Allah berilah aku mati sayhid di jalan-Mu dan jadikanlah wafatku di kota Rasul-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [34]

Dalam Al-Adzkar, Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:”Disunnahkan untuk berdoa meminta di wafatkan di negeri yang mulia.” [35]

Kurma Ajwa Madinah Merupakan Kurma Terbaik

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً ، لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

“Barangsiapa siapa yang memakan 7 butir kurma ajwa setiap hari di waktu pagi, maka ia tak akan mempan dengan gangguan racun dan sihir pada hari itu.” [36]

Al-Jauhari mengatakan: “Ajwa merupakan salah satu jenis kurma terbaik Madinah dan pohonnya disebut dengan nama Linah.” [37]

Ibnul Atsiir mengatakan: “Ajwa adalah salah satu jenis kurma Madinah lebih besar dari kurma Shaihani, warnanya agak hitam.” [38]

Ad-Dawudi mengatakan: “Ajwa merupakan kurma terbaik.” [39]

Wadi (Lembah) Al-Aqiq yang Diberkahi di Madinah

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أتاني الليلة آت من ربي فقال صل في هذا الوادي المبارك وقل عمرة في حجة

“Malam ini aku didatangi oleh seseorang yang merupakan utusan Rabbku, lalu dia berkata: “Shalatlah di lembah yang diberkahi ini (di lembah Al-Aqiq) dan ucapkanlah:” Umrah dalam haji.” [40]

Wadi atau lembah Al-Aqiq merupakan salah satu lembah terkenal di Madinah, terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan berada di daerah berdekatan dengan kuburan Baqi’. [41]

Referensi

  1. QS. Al-Munafiqun: 8
  2. QS. At-Taubah: 120
  3. HR. Al-Bukhari no. 1889 dan Muslim no. 1376
  4. HR. Al-Bukhari no. 1879
  5. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, 4/89.
  6. HR. Muslim no. 1385
  7. Shahih Al-Jami’ As-Shaghiir, Syaikh Al-Albani no. 7011
  8. HR. Al-Bukhari no. 4589 dan Muslim no. 1384
  9. Shahih Al-Jami’ As-Shaghiir, Syaikh Al-Albani no. 2508.
  10. Shahih Al-Jami’ As-Shagiir, Syaikh Al-Albani no. 3475.
  11. QS. Al-Ahzab: 13
  12. HR. Al-Bukhari no. 1871 dan Muslim no. 1382
  13. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, 4/87.
  14. Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, 9/154.
  15. HR. Al-Bukhari no. 4590
  16. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, 7/228.
  17. HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no.3925.
  18. HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 3926.
  19. HR. Muslim no. 3379
  20. HR. Al-Bukhari no. 1870 dan Muslim no. 1370
  21. HR. Muslim no. 1362
  22. HR. Al-Bukhari no. 1876 dan Muslim no. 147
  23. HR. Muslim no. 146
  24. HR. Al-Bukhari no. 1875 dan Muslim no. 1388
  25. HR. Muslim no. 1381
  26. HR. Al-Bukhari no. 1870 dan Muslim no. 1370
  27. HR. Muslim no. 1373
  28. HR. Al-Bukhari no. 1880 dan Muslim no. 1379
  29. HR. Muslim no. 1386
  30. Shahih At-Targib wa At-Tarhib no. 1213.
  31. HR. Muslim no. 1374
  32. HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah: 6/1034.
  33. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi, Abdurrahman Al-Mubarakfuri, 10/286.
  34. HR. Al-Bukhari no. 1890
  35. Al-Adzkaar, Imam An-Nawawi, hlm. 98.
  36. HR. Al-Bukhari no. 5445 dan Muslim no. 2047
  37. As-Shihah, Al-Jauhari, 6/3419.
  38. An-Nihayah fi Ghariib Al-Hadits, Ibnul Atsiir, 3/188.
  39. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Aqalani, 10/238.
  40. HR. Al-Bukhari no. 1534
  41. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, 3/392.