‘Ulumul Qur’an
Definisi ‘Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an adalah ilmu yang tersusun atas berbagai macam pokok pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari berbagai aspeknya, di antaranya ialah nuzulul Qur’an [1], asbabun nuzul, makkiyah, dan madaniyah, sejarah penulisan dan pengumpulan al-Qur’an, rasm [2], i’jaz [3] , ushlub [4] , amtsal [5] , kisah-kisah yang ada di dalam al-Qur’an, tafsir, penjelasan lafazh-lafazh al-Qur’an, dan sebagainya.
Tema Pokok ‘Ulumul Qur’an
Sebenarnya, tema pokok ulumul Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dilihat dari berbagai macam aspek sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, yakni uraian yang terkait dengan ayat dan surat al-Qur’an, makkiyah dan madaniyyah, asbabun nuzul, dan lain sebagainya.
Barangkali, alasan ulama memberi nama terhadap ilmu ini dengan “ulumul Qur’an” (jamak/plural), bukan “ilmu al-Qur’an” (tunggal/singular) ialah masing-masing-masing-masing tema Pembahasan dalam disiplin ilmu ini merupakan ilmu yang berdiri sendiri, misalnya pembahasan tentang sisi kemukjizatan al-Qur’an telah diulas oleh para ulama dalam kitab tersendiri. Begitu juga dengan tema-tema yang lain, semisal makkiyah dan madaniyyah, serta muhkam dan mutasyabbih [6]. Jadi, oleh karena ilmu ini tersusun atas tema-tema yang independen, maka dinamakan ulumul Qur’an, bukan ilmu al-Qur’an.
Manfaat Mempelajari dan Mengetahui ‘Ulumul Qur’an
Adapun di antara manfaat dan kegunaan mengetahui ulumul Qur’an adalah dapat memberi gambaran secara lengkap dan sempurna tentang al-Qur’an dari aspek turunnya ayat, tafsir, pengumpulan serta penulisan al-Qur’an, dan sebagainya. Ketika gambaran tersebut telah sempurna di dalam hati kita, maka bertambahlah nilai kesucian dan kesakralan al-Qur’an di dalam diri dan jiwa kita, serta bertambah pula pengetahuan kita tentang petunjuk, adab, hukum, dan syariah yang terkandung di dalam kitab suci ini. Sebagaimana kita ketahui, dengan mendalami ulumul Qur’an, kita mampu menolak kebatilan serta kesesatan yang diperbuat serta disebarkan oleh orang-orang jahiliah dan pihak-pihak yang membenci al-Qur’an. Disiplin ilmu ini juga membuat kita mengetahui syarat-syarat yang harus dikuasai oleh seseorang yang ingin mempelajari tafsir al-Qur’an.
Selain itu, memahami ulumul Qur’an juga membuat kita menyadari betapa luar biasa upaya serta perjuangan yang telah dicurahkan dan dilakukan oleh para ulama untuk mengabdikan diri kepada al-Qur’an. Di antara mereka, ada yang menulis serta menyusun kitab tafsir al-Qur’an dan ada pula yang mengkhususkan membahas tema-tema lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.
Kitab-Kitab ‘Ulumul Qur’an
Para sahabat yang hidup pada masa Rasulullah tidaklah memerlukan kitab-kitab ulumul Qur’an. Sebab, mereka telah mengerti dan memahami seluk-beluk ilmu ini. Jika suatu saat tidak dapat memahami sebagian dari ilmu tersebut, mereka akan menanyakannya secara langsung kepada beliau.
Baru pada abad ke-2 Hijriah, para ulama mulai menyusun dan mengarang kitab-kitab ulumul Qur’an dengan beragam tema dan pokok pembahasan. Di antara mereka, ada yang menulis tafsir al-Qur’an , misalnya Yazid bin as-Sulami (w. 117 H), Syu’bah bin al-Hujaj (w. 160 H), dan Waki’ bin al-Jarrah (w. 197 H). Setelah itu, muncul Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H). Ia adalah syaikh al-mufassirin (imamnya para ahli tafsir). Kitab tafsirnya yang berjudul Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an merupakan kitab tafsir yang paling lengkap dan unggul di antara kitab tafsir lainnya.
Selain tafsir, para ulama juga menulis berbagai ragam tema ulumul Qur’an yang lain, misalnya :
- Ali bin al-Madini (w. 224 H). Sosok yang menjadi gurunya Imam Bukhari ini telah menyusun sebuah kitab tentang asbabun nuzul.
- Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam (w. 224 H), ia menyusun sebuah kitab tentang nasikh mansukh dan qira’at.
- Ibnu Qutaibah (w. 276 H), ia mengarang kitab tentang musykil al-Qur’an.
Mereka adalah para ulama ahli al-Qur’an yang hidup pada abad ke-3 Hijriah. Satu abad kemudian, yakni abad ke-4 Hijriah, muncul para ulama yang melanjutkan usaha-usaha mereka dalam menulis kitab-kitab ulumul Qur’an, di antaranya adalah :
- Muhammad bin Khalaf bin Marzuban (w. 309 H), ia menulis kitab yang berjudul Al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an.
- Abu Bakr Muhammad bin al-Qasim al-Anbari (w. 328 H), ia menyusun kitab tentang ulumul Qur’an.
- Abu Bakr as-Sijistani (w. 330 H), ia mengarang sebuah kitab tentang gharib al-Qur’an.
Pada Abad-abad selanjutnya, juga muncul para ulama yang lain, di antaranya adalah :
- Abu Bakar al-Baqilani (w. 403 H), ia menyusun sebuah kitab tentang i’jaz al-Qur’an.
- Ali bin Ibrahim bin Said al-Hufi (w.430 H), ia menulis kitab yang berjudul I’rab al-Qur’an.
- Al-Izzu bin Abdus Salam (w. 660 H), sosok yang mendapat gelar rajanya para ulama tersebut telah menyusun sebuah kitab yang berjudul Majaz al-Qur’an.
- Al-Imam bin Al-Qayyim (w. 751 H), ia menulis sebuah kitab yang berjudul Aqsam al-Qur’an.
Kajian terhadap ulumul Qur’an seakan tak pernah padam. Terbukti, pada masa kontemporer, banyak juga kitab ulumul Qur’an yang diterbitkan, ia antaranya ialah :
- I’jaz al-Qur’an dikarang oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i.
- Tarjamah Ma’ani al-Qur’an disusun oleh Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi.
- Minhaj al-Furqan fi ‘Ulum al-Qur’an ditulis oleh Syaikh Muhammad Ali Salamah.
- Al-Bayan fi Mabahits min Ulum al-Qur’an dikarang oleh Syaikh Abdul Wahab Majid Ghazlan.
- Mabahits fi Ulum al-Qur’an disusun oleh Syaikh Manna’ al-Qathan.
- Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an ditulis oleh Syaikh Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani. Ini merupakan kitab ulumul Qur’an yang paling luas pembahasannya, unggul, indah ushlub-nya, tinggi gaya bahasanya, serta paling banyak memberi sanggahan dan penolakan terhadap hal-hal yang syubhat (tidak jelas) yang disebarkan oleh orang-orang yang membenci al-Qur’an.
Referensi
Thanthawi, Muhammad Sayyid, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Diva Press, 2013.
- Turunnya al-Qur’an ⤴
- Bentuk tulisan al-Qur’an ⤴
- kemukjizatan Al-Qur’an ⤴
- gaya bahasa al-qur’an ⤴
- perumpamaan-perumpamaan dalam al-qur’an ⤴
- Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maknanya secara langsung, sedangkan mutasyabbih adalah ayat yang memerlukan penjelasan secara mendalam. Bahkan, sebagian ulama menyebut ayat yang masuk dalam kategori mutasyabbih hanya diketahui maknanya oleh Allah Ta’ala. ⤴